Minggu, 06 Desember 2009

Kronik PGRI

Kronik PGRI

PGRI adalah organisasi besar yang mempunyai kekuatan besar dalam memajukan bangsa ini. Siapapun tahu, modal dan kekuatan sebuah organisasi adalah jumlah anggota. Atas dasar inilah, penulis berkeyakinan bahwa PGRI mampu membuat para anggotanya yaitu para guru menjadi orang-orang yang profesional sebagai pendidik baik di tingkat pusat maupun daerah.
Namun sayang, masih ada anggota yang belum mengenal siapa PGRI? Apa program-program kegiatannya? Apa saja hasil perjuangannya? Bagaimana landasan hukumnya? Bagaimana cara menyampaikan aspirasi?
Mengapa hal itu bisa terjadi? Penyebabnya adalah sebagai berikut:
1. Anggota tidak mau mencari tahu persoalan di atas. Padahal untuk mencari tahu, bisa bertanya pada pengurus di tingkat ranting atau cabang. Selain itu bisa membaca majalah khusus PGRI karena salah satunya berisi tentang dinamika PGRI.
2. Pengurus PGRI di tingkat ranting dan cabang kurang mensosialisasikan persoalan di atas. Program-program yang ada tidak diketahui oleh seluruh anggota karena informasi hanya sampai pada kepala sekolah. Hasil-hasil pleno baik tingkat kabupaten maupun cabang kurang tersosialisasikan kepada anggota padahal hasil pleno adalah salah satu dari ketentuan organisasi. Oleh karena itu, semestinya setiap cabang memiliki bulletin atau majalah khusus untuk mensosialisasikan hasil-hasil pleno.
Keberadaan PGRI sampai sekarang masih ada yang melihat sebelah mata, hal itu terlihat dengan masih adanya pernyataan:
1. PGRI hanyalah organisasi yang memungut iuran dari guru-guru.
2. PGRI banyak dikuasai / didominasi oleh guru-guru SD.
3. PGRI besar tapi kalah besar pengaruhnya oleh K3S, MKKS, apalagi oleh Forum Rektor.
Pernyataan bahwa PGRI hanyalah organisasi yang memungut iuran dari guru-guru hanyalah ketidaktahuan anggota saja. Dana atau iuran merupakan rohnya suatu organisasi. Tanpa dana yang cukup maka jalannya roda organisasi mengalami kesulitan. Kita lihat berapa sebenarnya uang yang dikelola. Berdasarkan AD/ART pasal 93 bahwa uang iuran anggota ditetapkan oleh Konferensi PGRI Provinsi, minimal Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah) setiap bulan, dengan rincian pendistribusian untuk :
1. Pengurus Besar PGRI sebesar Rp 200,00
2. Pengurus PGRI Provinsi sebesar Rp 400,00
3. Pengurus Kabupaten/ Kota sebesar Rp 600,00
4. Pengurus Cabang dan Ranting sebesar Rp 800,00
Apakah dengan uang sebesar itu cukup untuk menggerakkan organisasi sebesar PGRI? Tentu saja tidak. Oleh karena itu, PGRI diperkenankan untuk menambahkan iuran tersebut atau mencari sumbangan dari pihak lain yang tidak mengikat.
Pernyataan bahwa PGRI banyak dikuasai / didominasi oleh guru-guru SD hal itu tidak benar karena sebenarnya teman-teman di SD-lah yang paling banyak menyukseskan program atau kegiatan di PGRI. Hal itu karena mayoritas sehingga pantaslah dari mereka paling banyak dana itu terkumpul untuk menyukseskan suatu program.
Keterwakilan pengurus cabang dan kabupaten yang berasal dari SD memang banyak. Namun, ketika melihat jumlah kepengurusan PGRI di tingkat provinsi apalagi pusat teman-teman dari SD prosentasenya sangat kecil. Di pusat atau pengurus besar kebanyakan yang menjadi ketua, justru dari kalangan perguruan tinggi. Karena yang dipersoalkan bukan keterwakilannya, tapi yang penting bagaimana kiprahnya dalam memperjuangkan kepentingan guru. Selain itu yang diperjuangkan tidak hanya guru SD. Tapi semuanya, baik guru SD, SMP/MTs, SMA/MA/SMK termasuk dosen yang jumlahnya sangat sedikit. Baik pegawai negeri sipil maupun honorer. Salah satu bukti perjuangan yang sudah kita rasakan adalah sertifikasi.
Kalau kita perhatikan perjuangan Pengurus Besar PGRI dalam memperjuangkan kesejahteraan dan profesinalisme guru sudah sangat optimal. Salah satu hasil perjuangan yang monumental adalah sertifikasi guru.
Bukti konkret perjuangan dan kerja keras PGRI yang lainnya, yaitu:
1. Tunjangan fungsional yang selalu mengalami peningkatan termasuk juga guru non-PNS.
2. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
5. Anggaran pendidikan 20 persen dari APBN atau APBD. Perjuangan tersebut hingga ke Mahkamah Konstitusi dan PGRI menang walaupun yang dihadapinya pemerintah.
6. Permen Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan dan Permen Nomor 11 tahun 2008 tentang perubahan Sertifikasi Guru.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
8. Selain itu PGRI berhasil memperjuangkan keluarnya PP No. 41 tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru, Dosen, dan Guru Besar.
9. Kini, yang masih diperjuangkan PGRI adalah usulan kenaikan pangkat secara otomatis setiap empat tahun sekali, serta kenaikan pangkat dalam waktu dua tahun dengan sistem kredit poin terhadap tenaga pendidik.
Sekarang kita tengok ke belakang, berapa orang pengurus PGRI di tingkat pusat ataupun daerah yang menjadi menteri atau kepala dinas pendidikan berasal dari Pengurus PGRI? Bisa kita hitung dengan jari. Berdasarkan sejarah organisasi PGRI, Menteri yang berasal dari PGRI hanyalah R.H. Koesnan pengurus PGRI Pusat periode 1945-1962 yang diangkat menjadi Menteri Perburuhan dan Sosial RI dalam kabinet Hatta.
Hal itu menjadi keprihatinan Pengurus Besar PGRI. Oleh karena itu DR. Sulistiyo berjanji bahwa PGRI ke depan akan merekomendasikan kepada para kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kotamadia agar mengangkat salah satu Pengurus PGRI menjadi Kepala Dinas Pendidikan. Dengan pengangkatan itu diharapkan kiprah PGRI lebih dirasakan oleh anggota. Jangan sampai PGRI dibutuhkan hanya pada saat pilkada saja.
Hal terpenting yang harus diketahui oleh seluruh anggota PGRI adalah upaya dan perjuangan PGRI selama ini hanyalah bagi kepentingan guru dan masa depan pendidikan. Hal itu tak henti-hentinya dilakukan oleh Pengurus PGRI. Dengan kata lain, PGRI sebagai organisasi profesi dan perjuangan, terutama pada era reformasi ini telah banyak menunaikan tugas pokok dan fungsinya melalui perjuangan yang tiada henti dalam rangka merespon aspirasi dan kepentingan guru, melindungi dan memperjuangkan kepentingan guru serta pendidikan.
Sebagai organisasi Serikat Pekerja, PGRI telah berkiprah memajukan pendidikan seluruh rakyat berdasarkan kerakyatan bekerja sama dengan Education International (EI) serta secara terus menerus melakukan upaya membela dan memperjuangkan nasib guru khususnya dan nasib buruh pada umumnya (organisasi ketenagakerjaan).
Kiprah dan peran PGRI bagi kepentingan guru dan pembangunan pendidikan, tidak hanya mencuat ke permukaan pada era reformasi saat ini tapi sejak kelahirannya 64 tahun lebih lamanya, PGRI secara konsisten mengemban amanah anggotanya baik melalui dialog, dan silaturahim dengan pengambil kebijakan mulai dari Presiden, Wakil Presiden, Menteri hingga ke tingkat bawah Gubernur, Bupati/Walikota dan pengambil kebijakan lainnya. Tidak hanya itu saja, PGRI bahkan tidak segan-segan melakukan pengerahan massa untuk meloloskan ataupun membela kepentingan guru dan pendidikan. Menurut catatan, bagaimana peran dan kiprah PGRI sejak era orde lama, orde baru dan era reformasi dalam peran sertanya melahirkan berbagai karya penting dan bersejarah tidak hanya untuk kepentingan guru tapi juga untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Meski telah melalui rentang perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, untuk mewujudkan tatanan guru Indonesia yang berkualitas, sejahtera, dan terlindungi belum berakhir. Tantangan ke depan masih terbentang luas dan semua tantangan itu hanya bisa diselesaikan jika seluruh elemen guru bersatu dan solid dalam wadah PGRI. Menurutnya, selama ini satu-satunya organisasi guru yang bisa menembus ke elite-elite pengambil kebijakan mulai dari Presiden, Wakil Presiden sampai Menteri hanya PGRI. Itu artinya, PGRI merupakan organisasi guru , Dosen dan pendidik yang diakui eksistensinya oleh lembaga-lembaga negara dan lembaga lainnya di tingkat nasional dan internasional.
Menurut Ketua Umum Pusat PGRI, DR. Sulistiyo untuk mewujudkan keinginan agar PGRI mampu melaksanakan tugas dan kewenangan sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi seperti yang tertuang dalam Pasal 42 UU Guru dan Dosen, dan organisasi ketenagakerjaan, perlunya melaksanakan konsolidasi organisasi secara sistematis dan organisatoris. Konsolidasi yang mendesak dilaksanakan terutama dalam penataan keanggotaan dan kepengurusan:
a. Keanggotaan.
Pengurus PGRI di ranting, Cabang, dan Kabupaten/Kota harus mempunyai data keanggotaan yang jelas. Kejelasan data itu juga akan menjadi dasar pendataan keanggotaan organisasi secara nasional. PB PGRI pada tahun 2008 memprogramkan gerakan penerimaan anggota baru, untuk guru dan tenaga kependidikan baik negeri maupun swasta.
b. Kepengurusan
Kepengurusan dalam PGRI di semua tingkatan perlu dilakukan penertiban. Pengurus PGRI Provinsi yang belum melaksanakan konsolidasi dengan baik, kami berharap untuk segera melakukan penertiban dan penataan. Penataan itu antara lain, pembentukan kepengurusannya, surat keputusan pengesahannya, kepatuhan dalam menyelenggarakan forum organisasi (konferensi, rapat-rapat, dan pertemuan-pertemuan organisasi).
Pernyataan bahwa PGRI besar tapi kalah besar pengaruhnya oleh K3S, MKKS, apalagi oleh Forum Rektor. Pernyataan itu sangat sulit untuk kita bantah karena teman-teman kita yang duduk dalam organisasi di atas mereka semuanya adalah top manajer di lembaganya masing-masing. Mereka pemegang otoritas, pemegang kebijakan, pemegang keputusan. Namun, batasnya jelas yaitu yang penting mereka tidak mengambil hak kita. Selain itu diakui atau tidak, sedikit atau banyak, mereka sudah ikut lebih mensejahterakan kita.
Lalu bagaimana perjuangan PGRI di provinsi, kabupaten, dan cabang, apalagi di ranting? Anggota masih ada yang belum merasakan hasil perjuangannya. Kita harus jeli bahwa organisasi PGRI adalah sebuah sistem yang saling terkait. Jadi, kurang tepat apabila kita melihatnya secara parsial.
Perjuangan mensejahterakan anggota adalah salah satu kegiatan yang tertuang dalam program kerja. Kegiatan PGRI itu dari tingkat ranting sampai dengan pusat. Anggota harus memahami bahwa kegiatan PGRI itu ada yang operasional dan insidental. Oleh karena itu, setiap hasil konferensi kerja baik di tingkat provinsi, kabupaten, dan cabang harus sampai pada anggota sehingga anggota lebih memahami kegiatan PGRI dan terasa kiprahnya bagi anggota.
Akhirnya sadar atau tidak, bahwa PGRI sudah lebih mensejahterakan guru. Hanya saja ukuran sejahtera dan hasil perjuangan itu bergantung dari cara pandang seseorang. Apakah melihatnya dari kaca mata pribadi atau secara umum.


Biodata Penulis:
Nama : Yamin, S.Pd. M.M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar