Minggu, 06 Desember 2009

Harapan si Lemah pada PGRI

Harapan si Lemah pada PGRI

Banyak orang yang kagum sekaligus iri terhadap PGRI dalam memperjuangkan kesejahteraan guru. Terutama setelah munculnya kebijakan kenaikkan pangkat melalui angka kredit dan sertifikasi guru. Kedua kebijakan itu dianggap oleh guru sangat monumental. Apakah setelah munculnya kedua kebijakan itu semua anggota PGRI sejahtera, kinerja dan profesionalisme guru meningkat?
Kinerja guru yang sudah lolos sertifikasi masih belum memuaskan. Motivasi kerja yang tinggi justru ditunjukkan oleh guru-guru di berbagai jenjang pendidikan yang belum lolos sertifikasi, dengan harapan segera mendapat sertifikasi berikut uang tunjangan profesi. Hal tersebut berdasarkan temuan sementara dari hasil survei yang dilakukan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengenai dampak sertifikasi profesi guru terhadap kinerja guru.
”Kami baru mengolah data 16 dari 28 provinsi yang diteliti. Hasilnya ternyata kurang memuaskan. Padahal, kami berharap, sertifikasi bisa meningkatkan kinerja dan profesionalisme guru,” kata DR. Unifah Rosyidi, Wakil Ketua Pengurus Besar PGRI. Pernyataan tersebut salah satu bukti permulaan yang harus kita sikapi dengan bijaksana dan merupakan motivasi untuk meningkatkan kinerja guru.
Ada yang lebih ironis lagi, guru banyak yang meninggalkan tugas dikarenakan mengikuti seminar atau workshop dengan harapan mendapat sertifikat. Dengan demikian lebih mengutamakan sunah daripada kewajiban. Oleh karena itu, para penyelenggara seminar dalam melaksanakan kegiatan tersebut jangan sampai pada waktu jam kerja.
Kita ketahui bahwa anggota PGRI tidak hanya berasal dari guru. Ada yang berasal dari pegawai UPT atau Dinas Pendidikan, pengawas sekolah, dan penilik. Guru pun ada yang sudah PNS dan ada yang masih wiyata bakti. Kalau kita lihat ternyata yang benar-benar diperjuangkan adalah anggota guru dan pengawas PNS saja, yang lainnya belum.
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK) Depdiknas akan menyusun kriteria kinerja guru. Dirjen PMPTK Baedowi mengatakan, kriteria kinerja ini akan dijadikan indikator untuk melakukan pembayaran tunjangan profesi guru. Selain itu, dapat digunakan untuk mengevaluasi kemampuan profesional guru bagi yang telah mendapatkan sertifikat profesi. Berdasarkan pernyataan di atas bahwa pemerintah benar-benar akan mengawasi kinerja guru bahkan kriteria kinerja itu merupakan prasyarat apakah guru tersebut layak tidaknya tunjangannnya dibayarkan.
Baedhowi mengatakan, penerbitan sertifikat profesi bagi guru adalah untuk keprofesiannya, tetapi pembayaran tunjangan profesi adalah berdasarkan atas kinerjanya. Salah satu syaratnya, kata dia, sesuai Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2008 tentang Guru, yakni memenuhi beban kerja guru paling sedikit 24 jam tatap muka dalam satu minggu. "Jadi kinerjanya itu walaupun memenuhi 24 jam tatap muka, tetapi harus dilihat indikator kinerja yang sekarang sedang dikerjakan."
Jelaslah bahwa pemerintah selain pengawasan kinerja juga beban kerja guru harus 24 jam tatap muka dalam satu minggu. Bagi guru PNS mungkin bukan merupakan persoalan. Tapi bagi guru wiyata bakti dan swasta untuk memenuhi 24 jam merupakan salah satu kesulitan besar sebab kelas di sekolah swasta sangat terbatas jumlahnya.
Misalkan di SMP PGRI Karangkosong jumlah rombongan belajarnya 8 dan jumlah gurunya ditambah kepala sekolah 26 orang dan beban belajarnya 36 jam.
Jika dihitung jumlah jam mengajar di sekolah tersebut 8 x 36 = 288 jam. Sementara jumlah guru 26 orang, berarti 288 : 26 = 11 jam. Jadi rata-rata beban kerja guru-guru di sekolah tersebut 11 jam sedangkan beban kerja berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru 24 jam, berarti rata-rata kurang 13 jam. Untuk memenuhi kekurangannya berarti harus mengajar di sekolah lain. Sementara di sekolah lain pun kondisinya tidak jauh berbeda dengan SMP PGRI Karangkosong kecuali SMP unit baru.
Menurut UU nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bahwa beban kerja guru paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu atau lebih satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Selain itu, Menteri dapat menetapkan ekuivalensi beban kerja untuk memenuhi ketentuan beban kerja sebagaimana dimaksud dalam PP 74 tahun 2008.
Berdasarkan PP 74 tahun 2008 pasal 54 bahwa ekuivalensi beban kerja guru sebagai berikut:
1. Beban kerja kepala satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 40 (empat puluh) peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan dan konseling atau konselor.
2. Beban kerja wakil kepala satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 80 (delapan puluh) peserta didik bagi wakil kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan dan konseling atau konselor.
3. Beban kerja ketua program keahlian satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
4. Beban kerja kepala perpustakaan satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
5. Beban kerja kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
6. Beban kerja guru bimbingan dan konseling atau konselor yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan.
Jadi berdasarkan PP tersebut bahwa guru yang beban kerjanya kurang dapat dipenuhi dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah, wakil kepala sekolah, kepala perpustakaan, kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan.
Kalau di SMP PGRI Karangkosong yang mungkin dapat menambah ekuivalensi beban kerja guru adalah tugas tambahan seorang kepala sekolah 6 jam, 4 orang wakil kepala sekolah ( wakasek kurikulum, humas, kesiswaan, dan sarana prasarana) 12 jam, dan seorang kepala perpustakaan 12 jam. Artinya kepala sekolah yang mengajar 6 jam beban kerjanya tidak 24 jam melainkan hanya 6 jam. Begitu pula wakil kepala sekolah dan kepala perpustakaan, beban kerjanya tidak 24 jam melainkan hanya 12 jam.
Jadi, jumlah jam yang dapat diberikan pada guru lain 78 jam dengan rincian: kepala sekolah 18 jam, wakil kepala sekolah 4 x 12 = 48 jam, dan kepala perpustakaan 12 jam. Selanjutnya 288 + 78 = 366 jam dan 366 : 26 guru = 14,07 jam dibulatkan rata-rata per guru 14 jam/minggu. Kalau dihitung rata-rata kekurangannya 24 – 14 = 10 jam. Tapi, untuk memenuhi 24 jam guru swasta tentulah sangat kesulitan karena sekolah lain pun kondisinya sama. Mungkin bisa ke sekolah dasar, tapi prosedur birokrasi harus ditempuh. Oleh karena itu, PGRI harus lebih memperhatikan guru swasta karena kondisinya lebih memprihatinkan dibandingkan guru PNS.
Berdasarkan PP 74 tahun 2008 pasal 17 ayat 1 bahwa guru tetap pemegang Sertifikat Pendidik berhak mendapatkan tunjangan profesi apabila mengajar di satuan pendidikan yang rasio minimal jumlah peserta didik terhadap gurunya sebagai berikut:
a. untuk TK, RA, atau yang sederajat 15:1;
b. untuk SD atau yang sederajat 20:1;
c. untuk MI atau yang sederajat 15:1;
d. untuk SMP atau yang sederajat 20:1;
e. untuk MTs atau yang sederajat 15:1;
f. untuk SMA atau yang sederajat 20:1;
g. untuk MA atau yang sederajat 15:1;
h. untuk SMK atau yang sederajat 15:1; dan
i. untuk MAK atau yang sederajat 12:1.
Kalau kita cermati berarti guru yang mengajar di sekolah yang rasio kecukupan kurang dari ketentuan, maka tidak akan mendapatkan tunjangan profesi. Sementara di SMP PGRI Karangkosong jumlah rombongan belajarnya 8 x 40 = 320 siswa, jika 320 : 26 = 12,30. Jadi di sekolah tersebut semua gurunya tidak berhak mendapat tunjangan profesi karena rasionya hanya 12 : 1, padahal seharusnya 20 : 1. Oleh karena itu, agar di sekolah tersebut memenuhi rasio 20 : 1 maka maksimal jumlah gurunya 16 orang. Kalau gurunya berlebih, apakah manusiawi jika guru honor tersebut dirumahkan dengan alasan rasio minimal jumlah peserta didik terhadap guru kurang. Dengan demikian, sebaiknya PP 74 tahun 2008 pasal 17 ayat 1 pada bagian penjelasan direvisi.
Bagaimana dengan anggota yang bukan guru dan pengawas? Apakah PGRI hanya lebih memperhatikan yang mayoritas saja. Sementara penilik dan tenaga kependidikan belum diperhatikan. Padahal penilik pun kebanyakan berasal dari guru. Semestinya PGRI mengusulkan adanya tunjangan tenaga kependidikan. Jangan sampai dilihat sebelah mata, mereka pun sama-sama memajukan pendidikan di Indonesia.
Mudah-mudahan tulisan ini bisa jadi bahan renungan para pengurus PGRI. Selamat berjuang PGRI! Kami kaum lemah masih berharap banyak dari pengurus PGRI.

Penulis: Yamin, S.Pd. M.M.

Kronik PGRI

Kronik PGRI

PGRI adalah organisasi besar yang mempunyai kekuatan besar dalam memajukan bangsa ini. Siapapun tahu, modal dan kekuatan sebuah organisasi adalah jumlah anggota. Atas dasar inilah, penulis berkeyakinan bahwa PGRI mampu membuat para anggotanya yaitu para guru menjadi orang-orang yang profesional sebagai pendidik baik di tingkat pusat maupun daerah.
Namun sayang, masih ada anggota yang belum mengenal siapa PGRI? Apa program-program kegiatannya? Apa saja hasil perjuangannya? Bagaimana landasan hukumnya? Bagaimana cara menyampaikan aspirasi?
Mengapa hal itu bisa terjadi? Penyebabnya adalah sebagai berikut:
1. Anggota tidak mau mencari tahu persoalan di atas. Padahal untuk mencari tahu, bisa bertanya pada pengurus di tingkat ranting atau cabang. Selain itu bisa membaca majalah khusus PGRI karena salah satunya berisi tentang dinamika PGRI.
2. Pengurus PGRI di tingkat ranting dan cabang kurang mensosialisasikan persoalan di atas. Program-program yang ada tidak diketahui oleh seluruh anggota karena informasi hanya sampai pada kepala sekolah. Hasil-hasil pleno baik tingkat kabupaten maupun cabang kurang tersosialisasikan kepada anggota padahal hasil pleno adalah salah satu dari ketentuan organisasi. Oleh karena itu, semestinya setiap cabang memiliki bulletin atau majalah khusus untuk mensosialisasikan hasil-hasil pleno.
Keberadaan PGRI sampai sekarang masih ada yang melihat sebelah mata, hal itu terlihat dengan masih adanya pernyataan:
1. PGRI hanyalah organisasi yang memungut iuran dari guru-guru.
2. PGRI banyak dikuasai / didominasi oleh guru-guru SD.
3. PGRI besar tapi kalah besar pengaruhnya oleh K3S, MKKS, apalagi oleh Forum Rektor.
Pernyataan bahwa PGRI hanyalah organisasi yang memungut iuran dari guru-guru hanyalah ketidaktahuan anggota saja. Dana atau iuran merupakan rohnya suatu organisasi. Tanpa dana yang cukup maka jalannya roda organisasi mengalami kesulitan. Kita lihat berapa sebenarnya uang yang dikelola. Berdasarkan AD/ART pasal 93 bahwa uang iuran anggota ditetapkan oleh Konferensi PGRI Provinsi, minimal Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah) setiap bulan, dengan rincian pendistribusian untuk :
1. Pengurus Besar PGRI sebesar Rp 200,00
2. Pengurus PGRI Provinsi sebesar Rp 400,00
3. Pengurus Kabupaten/ Kota sebesar Rp 600,00
4. Pengurus Cabang dan Ranting sebesar Rp 800,00
Apakah dengan uang sebesar itu cukup untuk menggerakkan organisasi sebesar PGRI? Tentu saja tidak. Oleh karena itu, PGRI diperkenankan untuk menambahkan iuran tersebut atau mencari sumbangan dari pihak lain yang tidak mengikat.
Pernyataan bahwa PGRI banyak dikuasai / didominasi oleh guru-guru SD hal itu tidak benar karena sebenarnya teman-teman di SD-lah yang paling banyak menyukseskan program atau kegiatan di PGRI. Hal itu karena mayoritas sehingga pantaslah dari mereka paling banyak dana itu terkumpul untuk menyukseskan suatu program.
Keterwakilan pengurus cabang dan kabupaten yang berasal dari SD memang banyak. Namun, ketika melihat jumlah kepengurusan PGRI di tingkat provinsi apalagi pusat teman-teman dari SD prosentasenya sangat kecil. Di pusat atau pengurus besar kebanyakan yang menjadi ketua, justru dari kalangan perguruan tinggi. Karena yang dipersoalkan bukan keterwakilannya, tapi yang penting bagaimana kiprahnya dalam memperjuangkan kepentingan guru. Selain itu yang diperjuangkan tidak hanya guru SD. Tapi semuanya, baik guru SD, SMP/MTs, SMA/MA/SMK termasuk dosen yang jumlahnya sangat sedikit. Baik pegawai negeri sipil maupun honorer. Salah satu bukti perjuangan yang sudah kita rasakan adalah sertifikasi.
Kalau kita perhatikan perjuangan Pengurus Besar PGRI dalam memperjuangkan kesejahteraan dan profesinalisme guru sudah sangat optimal. Salah satu hasil perjuangan yang monumental adalah sertifikasi guru.
Bukti konkret perjuangan dan kerja keras PGRI yang lainnya, yaitu:
1. Tunjangan fungsional yang selalu mengalami peningkatan termasuk juga guru non-PNS.
2. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
5. Anggaran pendidikan 20 persen dari APBN atau APBD. Perjuangan tersebut hingga ke Mahkamah Konstitusi dan PGRI menang walaupun yang dihadapinya pemerintah.
6. Permen Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan dan Permen Nomor 11 tahun 2008 tentang perubahan Sertifikasi Guru.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
8. Selain itu PGRI berhasil memperjuangkan keluarnya PP No. 41 tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru, Dosen, dan Guru Besar.
9. Kini, yang masih diperjuangkan PGRI adalah usulan kenaikan pangkat secara otomatis setiap empat tahun sekali, serta kenaikan pangkat dalam waktu dua tahun dengan sistem kredit poin terhadap tenaga pendidik.
Sekarang kita tengok ke belakang, berapa orang pengurus PGRI di tingkat pusat ataupun daerah yang menjadi menteri atau kepala dinas pendidikan berasal dari Pengurus PGRI? Bisa kita hitung dengan jari. Berdasarkan sejarah organisasi PGRI, Menteri yang berasal dari PGRI hanyalah R.H. Koesnan pengurus PGRI Pusat periode 1945-1962 yang diangkat menjadi Menteri Perburuhan dan Sosial RI dalam kabinet Hatta.
Hal itu menjadi keprihatinan Pengurus Besar PGRI. Oleh karena itu DR. Sulistiyo berjanji bahwa PGRI ke depan akan merekomendasikan kepada para kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kotamadia agar mengangkat salah satu Pengurus PGRI menjadi Kepala Dinas Pendidikan. Dengan pengangkatan itu diharapkan kiprah PGRI lebih dirasakan oleh anggota. Jangan sampai PGRI dibutuhkan hanya pada saat pilkada saja.
Hal terpenting yang harus diketahui oleh seluruh anggota PGRI adalah upaya dan perjuangan PGRI selama ini hanyalah bagi kepentingan guru dan masa depan pendidikan. Hal itu tak henti-hentinya dilakukan oleh Pengurus PGRI. Dengan kata lain, PGRI sebagai organisasi profesi dan perjuangan, terutama pada era reformasi ini telah banyak menunaikan tugas pokok dan fungsinya melalui perjuangan yang tiada henti dalam rangka merespon aspirasi dan kepentingan guru, melindungi dan memperjuangkan kepentingan guru serta pendidikan.
Sebagai organisasi Serikat Pekerja, PGRI telah berkiprah memajukan pendidikan seluruh rakyat berdasarkan kerakyatan bekerja sama dengan Education International (EI) serta secara terus menerus melakukan upaya membela dan memperjuangkan nasib guru khususnya dan nasib buruh pada umumnya (organisasi ketenagakerjaan).
Kiprah dan peran PGRI bagi kepentingan guru dan pembangunan pendidikan, tidak hanya mencuat ke permukaan pada era reformasi saat ini tapi sejak kelahirannya 64 tahun lebih lamanya, PGRI secara konsisten mengemban amanah anggotanya baik melalui dialog, dan silaturahim dengan pengambil kebijakan mulai dari Presiden, Wakil Presiden, Menteri hingga ke tingkat bawah Gubernur, Bupati/Walikota dan pengambil kebijakan lainnya. Tidak hanya itu saja, PGRI bahkan tidak segan-segan melakukan pengerahan massa untuk meloloskan ataupun membela kepentingan guru dan pendidikan. Menurut catatan, bagaimana peran dan kiprah PGRI sejak era orde lama, orde baru dan era reformasi dalam peran sertanya melahirkan berbagai karya penting dan bersejarah tidak hanya untuk kepentingan guru tapi juga untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Meski telah melalui rentang perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, untuk mewujudkan tatanan guru Indonesia yang berkualitas, sejahtera, dan terlindungi belum berakhir. Tantangan ke depan masih terbentang luas dan semua tantangan itu hanya bisa diselesaikan jika seluruh elemen guru bersatu dan solid dalam wadah PGRI. Menurutnya, selama ini satu-satunya organisasi guru yang bisa menembus ke elite-elite pengambil kebijakan mulai dari Presiden, Wakil Presiden sampai Menteri hanya PGRI. Itu artinya, PGRI merupakan organisasi guru , Dosen dan pendidik yang diakui eksistensinya oleh lembaga-lembaga negara dan lembaga lainnya di tingkat nasional dan internasional.
Menurut Ketua Umum Pusat PGRI, DR. Sulistiyo untuk mewujudkan keinginan agar PGRI mampu melaksanakan tugas dan kewenangan sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi seperti yang tertuang dalam Pasal 42 UU Guru dan Dosen, dan organisasi ketenagakerjaan, perlunya melaksanakan konsolidasi organisasi secara sistematis dan organisatoris. Konsolidasi yang mendesak dilaksanakan terutama dalam penataan keanggotaan dan kepengurusan:
a. Keanggotaan.
Pengurus PGRI di ranting, Cabang, dan Kabupaten/Kota harus mempunyai data keanggotaan yang jelas. Kejelasan data itu juga akan menjadi dasar pendataan keanggotaan organisasi secara nasional. PB PGRI pada tahun 2008 memprogramkan gerakan penerimaan anggota baru, untuk guru dan tenaga kependidikan baik negeri maupun swasta.
b. Kepengurusan
Kepengurusan dalam PGRI di semua tingkatan perlu dilakukan penertiban. Pengurus PGRI Provinsi yang belum melaksanakan konsolidasi dengan baik, kami berharap untuk segera melakukan penertiban dan penataan. Penataan itu antara lain, pembentukan kepengurusannya, surat keputusan pengesahannya, kepatuhan dalam menyelenggarakan forum organisasi (konferensi, rapat-rapat, dan pertemuan-pertemuan organisasi).
Pernyataan bahwa PGRI besar tapi kalah besar pengaruhnya oleh K3S, MKKS, apalagi oleh Forum Rektor. Pernyataan itu sangat sulit untuk kita bantah karena teman-teman kita yang duduk dalam organisasi di atas mereka semuanya adalah top manajer di lembaganya masing-masing. Mereka pemegang otoritas, pemegang kebijakan, pemegang keputusan. Namun, batasnya jelas yaitu yang penting mereka tidak mengambil hak kita. Selain itu diakui atau tidak, sedikit atau banyak, mereka sudah ikut lebih mensejahterakan kita.
Lalu bagaimana perjuangan PGRI di provinsi, kabupaten, dan cabang, apalagi di ranting? Anggota masih ada yang belum merasakan hasil perjuangannya. Kita harus jeli bahwa organisasi PGRI adalah sebuah sistem yang saling terkait. Jadi, kurang tepat apabila kita melihatnya secara parsial.
Perjuangan mensejahterakan anggota adalah salah satu kegiatan yang tertuang dalam program kerja. Kegiatan PGRI itu dari tingkat ranting sampai dengan pusat. Anggota harus memahami bahwa kegiatan PGRI itu ada yang operasional dan insidental. Oleh karena itu, setiap hasil konferensi kerja baik di tingkat provinsi, kabupaten, dan cabang harus sampai pada anggota sehingga anggota lebih memahami kegiatan PGRI dan terasa kiprahnya bagi anggota.
Akhirnya sadar atau tidak, bahwa PGRI sudah lebih mensejahterakan guru. Hanya saja ukuran sejahtera dan hasil perjuangan itu bergantung dari cara pandang seseorang. Apakah melihatnya dari kaca mata pribadi atau secara umum.


Biodata Penulis:
Nama : Yamin, S.Pd. M.M.

Rabu, 18 November 2009

Paragraf Rumpang

Paragraf rumpang yaitu paragraf yang salah satu kalimatnya kosong.
Cara mengisi paragraf yang rumpang yaitu:
  1. Isilah yang sesuai dengan kalimat sebelumnya.
  2. Kalimatnya tidak keluar dari topik

Jumat, 06 November 2009

Prosedur Memperoleh Kemudahan Pendidikan bagi Putra / Putri Guru

Prosedur Memperoleh Kemudahan Pendidikan bagi Putra / Putri Guru
Oleh Yamin, S.Pd. M.M.
Pegawai dan keluarga PT KAI jika bepergian menggunakan jasa angkutan kereta api tidak dipungut biaya. Kemudahan dan keringanan yang diberikan PT KAI sebagai salah satu bentuk maslahat bagi para pegawainya. PT KAI saja bisa masa PGRI tidak bisa? Selain PP 74 tahun 2008 pasal 26 dan 27, hal itu pun merupakan salah satu alasan lain untuk memberikan kemudahan dan keringanan pendidikan bagi putra/putri guru. Bahkan PGRI Kabupaten Cirebon sudah mengimplementasikan pasal tersebut dengan mengeluarkan surat permohonan kepada kepala satuan pendidikan agar memberikan kemudahan dan keringanan bagi putra/putri guru.
Yang menjadi persoalan adalah:
1. Jumlah guru sangat banyak, tidak seperti PT KAI.
2. Kalau kemudahannya berupa bisa diterima di sekolah manapun walaupun NEM/hasil UASBN atau hasil tesnya di bawah passing grade, tentu sangat menimbulkan kecemburuan peserta lain.
3. Biayanya apa saja dan berapa persen besaran keringanan biaya tersebut.
Oleh karena itu, perlu adanya aturan yang jelas sehingga di lapangan tidak menimbulkan persoalan.
Karena jumlah guru paling banyak, maka perlu dibuat rayonisasi berdasarkan asal sekolah calon peserta didik. Misalnya Solihin anak seorang guru yang berasal dari lulusan SD Negeri 1 Damarguna Kecamatan Ciledug. Jika dia ingin memanfaatkan maslahat tersebut, dia hanya berhak mendaftar ke SMP/MTs yang ada di Kecamatan Ciledug.
Contoh lain, Junaedi lulusan SMP Negeri Babakan. Jika dia ingin memanfaatkan maslahat tersebut, dia hanya berhak mendaftar ke SMA/MA/SMK yang ada di Kecamatan Babakan.
Agar tidak menimbulkan kecemburuan peserta lain, bagi putra/putri guru yang mendaftar bisa saja diberi penambahan NEM/hasil UASBN atau hasil tesnya sebanyak 5 (lima). Misalkan Solihin nilai UASBNnya 21 sedangkan passing grade di SMP yang dituju 24,63. Maka dia bisa diterima karena 21 + 5 = 26. Namun ketentuan ini penyebaran informasinya hanya melalui UPT Pendidikan, Dinas Pendidikan, dan PGRI.
Besaran keringanan biaya bagi putra/putri guru yang melanjutkan diserahkan sepenuhnya kepada sekolah atau perguruan tinggi yang bersangkutan. Begitu pula jenis biayanya. Namun, biaya untuk pakaian yang beratribut sekolah dan biaya studi wisata kurang sepatutnya jika memohon keringanan pada sekolah.
Berdasarkan PP 74 tahun 2008 pasal 27 ayat 2 bahwa aturan itu ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan. Oleh karena itu, setiap satuan pendidikan terutama SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, dan perguruan tinggi harus membuat pedoman pemberian kemudahan pendidikan bagi putra/putri guru.
Yang harus ada dalam pedoman itu adalah:
1. Syarat-syarat
2. Waktu pendaftaran
3. Prosedur pendaftaran
Syarat-syarat calon peserta didik yang memanfaatkan kemudahan ini sebagai berikut:
1. Memenuhi persyaratan akademik
Memiliki ijazah atau STTB.
2. Belum menikah
Persyaratan ini hanya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi cukup dibuktikan dengan surat keterangan dari desa.
3. Orang tuanya menjadi anggota aktif organisasi profesi pendidikan seperti PGRI.
Dibuktikan dengan kartu anggota atau surat keterangan dari PGRI Cabang sekolah yang dituju.
Di bawah ini contoh pedoman penerimaan siswa baru SMP SBI yang telah memperhatikan maslahat tambahan bagi guru dalam kelanjutan pendidikan putra/putrinya:

Pedoman Penerimaan Siswa Baru SMP Negeri 1 Karangbolong
1. Jalur Umum
a. Pendaftaran tanggal 2–6 Juli 2009
b. Pengumuman hasil tes tanggal 8 Juli 2009
c. Daftar Ulang tanggal 9 - 11 Juli 2009
d. Persyaratan:
1) Berusia setinggi-tingginya 18 tahun pada tanggal 16 Juli 2009
2) Menyerahkan Foto copy Ijazah/STTB SD/MI/Program Paket A rangkap 1 (satu) yang sudah dilegalisir oleh yang berwenang atau Surat Keterangan Lulus.
3) Pas photo ukuran 2 x 3 sebanyak 2 lembar ( diberi nama dan asal SD/MI) dan ditempelkan pada lembar format foto.
4) Menyerahkan format 1 (daftar kolektif ) asli dan foto kopi serta formulir Komputasi Data / PPDE dimasukkan pada map folio.
5) Pendaftaran dilakukan secara kolektif

2. Jalur Prestasi
a. Siswa lulusan SD/ MI di Wilayah Kecamatan Ciledug yang memiliki prestasi :
1) Juara I Lomba Mata Pelajaran dan atau Olimpiade MIPA tingkat Kecamatan
2) Juara I Lomba Siswa Berprestasi Tingkat Kecamatan
b. Siswa lulusan SD/ MI di luar Wilayah Kecamatan Ciledug yaitu Kecamatan Pabuaran, Waled, Pasaleman, Pabedilan, Losari, Babakan, dan Gebang hanya Juara I Siswa Berprestasi.
c. Khusus yang berprestasi di bidang olah raga, kesenian, dan keagamaan ( Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat ):
· Juara I, II, III perorangan tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional / internasional.
· Juara I beregu tingkat kabupaten.
· Juara I, II beregu tingkat provinsi.
· Juara I, II, III beregu tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional / internasional.
Sedangkan untuk olah raga beregu pengaturan penempatan siswa tersebut diatur oleh Dinas Pendidikan Kabupaten.
3. Pendaftaran tanggal 2–3 Juli 2009
4. Pengumuman tanggal 8 Juli 2009
5. Daftar Ulang tanggal 9 - 11 Juli 2009
6. Persyaratan:
a. Berusia setinggi-tingginya 18 tahun pada tanggal 16 Juli 2009
b. Menyerahkan Foto copy Ijazah/STTB SD/MI/Program Paket A rangkap 1 (satu) yang sudah dilegalisir oleh yang berwenang atau Surat Keterangan Lulus.
c. Menyerahkan Piagam dan fotokopinya
d. Menyerahkan formulir pendaftaran

3. Jalur Maslahat
Jalur ini hanya bagi peserta didik yang orang tuanya guru dan memiliki kartu anggota serta berdomisili di Kecamatan Ciledug Kabupaten Cirebon.
a. Pendaftaran tanggal 29 Juni-1 Juli 2009
b. Pengumuman Hasil Tes tanggal 8 Juli 2009
c. Daftar Ulang tanggal 9 - 11 Juli 2009
d. Persyaratan:
1) Berusia setinggi-tingginya 18 tahun pada tanggal 16 Juli 2009
2) Menyerahkan Foto copy Ijazah/STTB SD/MI/Program Paket A rangkap 1 (satu) yang sudah dilegalisir oleh yang berwenang atau Surat Keterangan Lulus.
3) Pas photo ukuran 2 x 3 sebanyak 2 lembar ( diberi nama dan asal SD/MI) dan ditempelkan pada lembar format foto.
4) Menyerahkan format 1 (daftar kolektif ) asli dan foto kopi serta formulir Komputasi Data / PPDE dimasukkan pada map folio.
5) Melampirkan surat keterangan maslahat tambahan dari PGRI Kecamatan Ciledug.
6) Menyerahkan foto kopi kartu anggota PGRI.
7) Pendaftaran dilakukan secara pribadi.


*) Penulis adalah Bendahara PGRI Cabang Kecamatan Ciledug.

Prosedur Memperoleh Kemudahan Pendidikan bagi Putra / Putri Guru

Prosedur Memperoleh Kemudahan Pendidikan bagi Putra / Putri Guru
Oleh Yamin, S.Pd. M.M.

Pegawai dan keluarga PT KAI jika bepergian menggunakan jasa angkutan kereta api tidak dipungut biaya. Kemudahan dan keringanan yang diberikan PT KAI sebagai salah satu bentuk maslahat bagi para pegawainya. PT KAI saja bisa masa PGRI tidak bisa? Selain PP 74 tahun 2008 pasal 26 dan 27, hal itu pun merupakan salah satu alasan lain untuk memberikan kemudahan dan keringanan pendidikan bagi putra/putri guru. Bahkan PGRI Kabupaten Cirebon sudah mengimplementasikan pasal tersebut dengan mengeluarkan surat permohonan kepada kepala satuan pendidikan agar memberikan kemudahan dan keringanan bagi putra/putri guru.
Yang menjadi persoalan adalah:
1. Jumlah guru sangat banyak, tidak seperti PT KAI.
2. Kalau kemudahannya berupa bisa diterima di sekolah manapun walaupun NEM/hasil UASBN atau hasil tesnya di bawah passing grade, tentu sangat menimbulkan kecemburuan peserta lain.
3. Biayanya apa saja dan berapa persen besaran keringanan biaya tersebut.
Oleh karena itu, perlu adanya aturan yang jelas sehingga di lapangan tidak menimbulkan persoalan.
Karena jumlah guru paling banyak, maka perlu dibuat rayonisasi berdasarkan asal sekolah calon peserta didik. Misalnya Solihin anak seorang guru yang berasal dari lulusan SD Negeri 1 Damarguna Kecamatan Ciledug. Jika dia ingin memanfaatkan maslahat tersebut, dia hanya berhak mendaftar ke SMP/MTs yang ada di Kecamatan Ciledug.
Contoh lain, Junaedi lulusan SMP Negeri Babakan. Jika dia ingin memanfaatkan maslahat tersebut, dia hanya berhak mendaftar ke SMA/MA/SMK yang ada di Kecamatan Babakan.
Agar tidak menimbulkan kecemburuan peserta lain, bagi putra/putri guru yang mendaftar bisa saja diberi penambahan NEM/hasil UASBN atau hasil tesnya sebanyak 5 (lima). Misalkan Solihin nilai UASBNnya 21 sedangkan passing grade di SMP yang dituju 24,63. Maka dia bisa diterima karena 21 + 5 = 26. Namun ketentuan ini penyebaran informasinya hanya melalui UPT Pendidikan, Dinas Pendidikan, dan PGRI.
Besaran keringanan biaya bagi putra/putri guru yang melanjutkan diserahkan sepenuhnya kepada sekolah atau perguruan tinggi yang bersangkutan. Begitu pula jenis biayanya. Namun, biaya untuk pakaian yang beratribut sekolah dan biaya studi wisata kurang sepatutnya jika memohon keringanan pada sekolah.
Berdasarkan PP 74 tahun 2008 pasal 27 ayat 2 bahwa aturan itu ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan. Oleh karena itu, setiap satuan pendidikan terutama SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, dan perguruan tinggi harus membuat pedoman pemberian kemudahan pendidikan bagi putra/putri guru.
Yang harus ada dalam pedoman itu adalah:
1. Syarat-syarat
2. Waktu pendaftaran
3. Prosedur pendaftaran
Syarat-syarat calon peserta didik yang memanfaatkan kemudahan ini sebagai berikut:
1. Memenuhi persyaratan akademik
Memiliki ijazah atau STTB.
2. Belum menikah
Persyaratan ini hanya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi cukup dibuktikan dengan surat keterangan dari desa.
3. Orang tuanya menjadi anggota aktif organisasi profesi pendidikan seperti PGRI.
Dibuktikan dengan kartu anggota atau surat keterangan dari PGRI Cabang sekolah yang dituju.
Di bawah ini contoh pedoman penerimaan siswa baru SMP SBI yang telah memperhatikan maslahat tambahan bagi guru dalam kelanjutan pendidikan putra/putrinya:

Pedoman Penerimaan Siswa Baru SMP Negeri 1 Karangbolong
1. Jalur Umum
a. Pendaftaran tanggal 2–6 Juli 2009
b. Pengumuman hasil tes tanggal 8 Juli 2009
c. Daftar Ulang tanggal 9 - 11 Juli 2009
d. Persyaratan:
1) Berusia setinggi-tingginya 18 tahun pada tanggal 16 Juli 2009
2) Menyerahkan Foto copy Ijazah/STTB SD/MI/Program Paket A rangkap 1 (satu) yang sudah dilegalisir oleh yang berwenang atau Surat Keterangan Lulus.
3) Pas photo ukuran 2 x 3 sebanyak 2 lembar ( diberi nama dan asal SD/MI) dan ditempelkan pada lembar format foto.
4) Menyerahkan format 1 (daftar kolektif ) asli dan foto kopi serta formulir Komputasi Data / PPDE dimasukkan pada map folio.
5) Pendaftaran dilakukan secara kolektif

2. Jalur Prestasi
a. Siswa lulusan SD/ MI di Wilayah Kecamatan Ciledug yang memiliki prestasi :
1) Juara I Lomba Mata Pelajaran dan atau Olimpiade MIPA tingkat Kecamatan
2) Juara I Lomba Siswa Berprestasi Tingkat Kecamatan
b. Siswa lulusan SD/ MI di luar Wilayah Kecamatan Ciledug yaitu Kecamatan Pabuaran, Waled, Pasaleman, Pabedilan, Losari, Babakan, dan Gebang hanya Juara I Siswa Berprestasi.
c. Khusus yang berprestasi di bidang olah raga, kesenian, dan keagamaan ( Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat ):
· Juara I, II, III perorangan tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional / internasional.
· Juara I beregu tingkat kabupaten.
· Juara I, II beregu tingkat provinsi.
· Juara I, II, III beregu tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional / internasional.
Sedangkan untuk olah raga beregu pengaturan penempatan siswa tersebut diatur oleh Dinas Pendidikan Kabupaten.
3. Pendaftaran tanggal 2–3 Juli 2009
4. Pengumuman tanggal 8 Juli 2009
5. Daftar Ulang tanggal 9 - 11 Juli 2009
6. Persyaratan:
a. Berusia setinggi-tingginya 18 tahun pada tanggal 16 Juli 2009
b. Menyerahkan Foto copy Ijazah/STTB SD/MI/Program Paket A rangkap 1 (satu) yang sudah dilegalisir oleh yang berwenang atau Surat Keterangan Lulus.
c. Menyerahkan Piagam dan fotokopinya
d. Menyerahkan formulir pendaftaran

3. Jalur Maslahat
Jalur ini hanya bagi peserta didik yang orang tuanya guru dan memiliki kartu anggota serta berdomisili di Kecamatan Ciledug Kabupaten Cirebon.
a. Pendaftaran tanggal 29 Juni-1 Juli 2009
b. Pengumuman Hasil Tes tanggal 8 Juli 2009
c. Daftar Ulang tanggal 9 - 11 Juli 2009
d. Persyaratan:
1) Berusia setinggi-tingginya 18 tahun pada tanggal 16 Juli 2009
2) Menyerahkan Foto copy Ijazah/STTB SD/MI/Program Paket A rangkap 1 (satu) yang sudah dilegalisir oleh yang berwenang atau Surat Keterangan Lulus.
3) Pas photo ukuran 2 x 3 sebanyak 2 lembar ( diberi nama dan asal SD/MI) dan ditempelkan pada lembar format foto.
4) Menyerahkan format 1 (daftar kolektif ) asli dan foto kopi serta formulir Komputasi Data / PPDE dimasukkan pada map folio.
5) Melampirkan surat keterangan maslahat tambahan dari PGRI Kecamatan Ciledug.
6) Menyerahkan foto kopi kartu anggota PGRI.
7) Pendaftaran dilakukan secara pribadi.


*) Penulis adalah Bendahara PGRI Cabang Kecamatan Ciledug.

Eksistensi Ranting di Persimpangan Jalan

Eksistensi Ranting di Persimpangan Jalan
Oleh Yamin, S.Pd. M.M.

Pembentukan ranting merupakan tuntutan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga semua organisasi termasuk PGRI. Hal itu tertuang dalam Anggaran Rumah Tangga bab XI pasal 14. Namun, realitanya sulit untuk dibentuk. Kalaupun ada, terbentuknya tidak melalui mekanisme yang sebenarnya. Hal itu bisa disebabkan:
1. Kecilnya dana iuran untuk ranting.
2. Sedikitnya jumlah anggota di ranting sehingga menyulitkan pelaksanaan bentuk kegiatan yang ada di ranting.
3. Keengganan anggota sendiri untuk membentuk ranting
4. Ketidakseriusan cabang maupun kabupaten untuk membentuk ranting.
5. Ketidaktahuan pengurus cabang dalam tata cara pembentukan ranting.
Dana merupakan rohnya suatu organisasi. Tanpa dana yang cukup maka jalannya roda organisasi mengalami kesulitan. Dalam AD/ART pasal 93 bahwa uang iuran anggota ditetapkan oleh Konferensi PGRI Provinsi, minimal Rp 2.000,00 (dua ribu rupiah) setiap bulan, dengan rincian pendistribusian untuk :
1. Pengurus Besar PGRI sebesar Rp 200,00
2. Pengurus PGRI Provinsi sebesar Rp 400,00
3. Pengurus Kabupaten/Kota sebesar Rp 600,00
4. Pengurus Cabang dan Ranting sebesar Rp 800,00
Melihat kecilnya iuran yang diperoleh membuat anggota enggan untuk membentuk ranting. Sebenarnya banyak jalan menuju Roma, banyak cara menggalang dana. Sedangkan berdasarkan keputusan Pengurus PGRI Kabupaten Cirebon besarnya iuran Rp 3.500,00 dengan rincian sebagai berikut:
1. Pengurus Besar PGRI sebesar Rp 200
2. Pengurus PGRI Provinsi sebesar Rp 400
3. Pengurus Kabupaten/Kota sebesar Rp 1000
4. Pengurus Cabang sebesar Rp 1.900
Banyaknya jumlah anggota di ranting tidak diatur dalam AD/ART tapi hanyalah wilayahnya saja yaitu wilayah organisasi ranting dapat meliputi satu kelurahan/desa, atau satu unit kerja tingkat kecamatan /satu satuan pendidikan/gugus sekolah. Dengan sedikitnya jumlah anggota di ranting sehingga bisa menyulitkan pelaksanaan bentuk kegiatan yang ada di ranting. Oleh karena itu, sebaiknya kegiatan diadakan di cabang sedangkan penanggung jawab kegiatannya secara bergiliran diserahkan pada ranting.
PGRI Cabang Kecamatan Ciledug pada periode 1999-2004 pernah mengadakan sosialisasi pembentukan ranting kepada anggota. Namun, tanggapannya dingin. Ada yang mengatakan,”Apa keuntungan ranting buat anggota?” Pengurus Cabang mengatakan,” Ini hanyalah tuntutan AD/ART bab XI pasal 14. Tidak ada keuntungan secara finansial, yang ada hanyalah menambah pengalaman dalam berorganisasi dan bersilaturahmi.” Bahkan dalam hatinya ada yang mengatakan, ” Saya tidak mencari pekerjaan tapi penghasilan.” Karena tanggapannya seperti itu, maka banyak Pengurus Cabang dalam membentuk ranting tidak sesuai dengan mekanisme yang sebenarnya.
Ketidakseriusan Pengurus Cabang maupun Kabupaten untuk membentuk ranting sebenarnya dikarenakan ketidakseriusan dari anggota itu sendiri. Anggota belum memahami akan pentingnya keberadaan ranting. Oleh karena itu, perlu adanya sosialisasi tata cara pembentukan ranting kepada anggota. Bila perlu Pengurus PGRI Kabupaten menerbitkan buku Pedoman Pembentukan Ranting. Hal itu, untuk menunjukkan keseriusan Pengurus PGRI Kabupaten dalam membentuk dan menghidupkan ranting-ranting yang mulai kering.
Keberadaan ranting sangat penting karena tidak adanya ranting dapat sedikit mengurangi keabsahan Pengurus PGRI Kabupaten. Kita lihat pasal ART pasal 73 bahwa dalam konferensi PGRI kabupaten, hak suara hanya ada pada utusan ranting dan/atau utusan perwakilan anggota berdasar wilayah desa/kelurahan/satu unit kerja/gugus sekolah.
Pohon yang besar, kuat, dan indah tentu dihiasi pula oleh ranting yang banyak. Begitu pula organisasi PGRI yang kuat dan mengakar butuh pula ranting-ranting yang berdaya. Semoga tulisan ini menjadi renungan kita bersama.

*Penulis, Bendahara PGRI Kecamatan Ciledug.

Strategi Penerimaan Anggota Baru

Strategi Penerimaan Anggota Baru
Oleh: Yamin*, guru SMP Negeri 1 Ciledug

Menurut Ketua Umum Pusat PGRI, DR. Sulistiyo untuk mewujudkan keinginan agar PGRI mampu melaksanakan tugas dan kewenangan sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi seperti yang tertuang dalam Pasal 42 UU Guru dan Dosen, dan organisasi ketenagakerjaan, perlunya melaksanakan konsolidasi organisasi secara sistematis dan organisatoris. Konsolidasi yang mendesak dilaksanakan terutama dalam penataan keanggotaan dan kepengurusan:
a. Keanggotaan.
Pengurus PGRI di ranting, Cabang, dan Kabupaten/Kota harus mempunyai data keanggotaan yang jelas. Kejelasan data itu juga akan menjadi dasar pendataan keanggotaan organisasi secara nasional. PB PGRI pada tahun 2008 memprogramkan gerakan penerimaan anggota baru, untuk guru dan tenaga kependidikan baik negeri maupun swasta.
b. Kepengurusan
Kepengurusan dalam PGRI di semua tingkatan perlu dilakukan penerbitan. Pengurus PGRI Provinsi yang belum melaksanakan konsolidasi dengan baik, kami berharap untuk segera melakukan penertiban dan penataan. Penataan itu antara lain, pembentukan kepengurusannya, surat keputusan pengesahannya, kepatuhan dalam menyelenggarakan forum organisasi (konferensi, rapat-rapat, dan pertemuan-pertemuan organisasi).
Kita sering mendengar dari kalangan guru-guru SMA/SMK yang mengatakan bahwa PGRI banyak dikuasai / didominasi oleh guru-guru SD, kegiatannya kebanyakan untuk kalangan SD, PGRI hanyalah organisasi yang memungut iuran dari guru-guru. Keluhan tersebut janganlah ditanggapi dengan negatif tapi berilah tanggapan yang posistif.
Hal itu terjadi bisa saja karena:
1. Anggota kurang memahami AD/ART PGRI yang di dalamnya memuat hak dan kewajiban dari anggota. Berdasarkan pasal 9 anggota mempunyai kewajiban untuk:
(a) menaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, peraturan serta ketentuan organisasi,
(b) menjunjung tinggi Kode Etik dan Ikrar Guru Indonesia,
(c) mematuhi peraturan dan disiplin organisasi,
(d) melaksanakan program, tugas, serta misi organisasi,
(e) membayar uang pangkal dan iuran anggota, dan
(f) memberikan sumbangan sukarela kepada PGRI jika secara langsung maupun tidak langsung memperoleh penghasilan karena organisasi dan atau ada kaitannya dengan organisasi.
Sedangkan mengenai hak anggota menurut pasal 10 sebagai berikut:
(1) Anggota biasa memiliki:
(a) hak pilih yaitu hak untuk memilih dan dipilih menjadi pengurus organisasi,
(b) hak suara yaitu hak untuk memberikan suaranya pada waktu pemungutan suara,
(c) hak bicara yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tertulis,
(d) hak membela diri yaitu hak untuk menyampaikan pembelaan diri atas tindakan disiplin organisasi yang dijatuhkan kepadanya atau atas pembatasan hak- hak keanggotaannya, dan
(e) hak memperoleh kesejahteraan, pembelaan, dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya.
(2) Anggota luar biasa memiliki; hak bicara yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tertulis.
(3) Anggota kehormatan memiliki hak bicara yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tertulis.
Oleh karena itu, dalam majalah Dialektika berikutnya hendaknya dimuat tentang AD/ART PGRI hasil Kongres PGRI di Palembang agar diketahui oleh semua anggota maupun bukan anggota.
2. Program-program yang ada tidak diketahui oleh seluruh anggota karena informasi hanya sampai pada kepala sekolah. Hasil-hasil pleno baik tingkat kabupaten maupun cabang kurang tersosialisasikan kepada anggota padahal hasil pleno adalah salah satu dari ketentuan organisasi.
Jawablah dengan santun “ Tolong tunjukkan jika ada kegiatan-kegiatan / program yang hanya untuk guru-guru SD kalaupun banyak diikuti oleh guru-guru SD itu hanya karena jumlah anggota PGRI dari guru-guru SD lebih banyak, tolong usulkan/buatkan program yang diharapkan oleh kalangan guru SMA/SMK, organisasi apapun tanpa iuran dari anggotanya takkan berjalan karena iuran itu salah satu kewajiban dari anggota.”
3. Untuk meyakinkan teman-teman tersebut tidak akan cukup dengan kata-kata tapi jawab pula dengan karya nyata. Tunjukkan karya nyata / usaha / perjuangan PGRI yang membawa anggota lebih sejahtera dibandingkan guru-guru sebelumnya seperti memperjuangkan tunjangan fungsional guru, sertifikasi, perlindungan hukum bagi guru yang terkena kasus, dan kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang angka kredit bagi para guru.
Pendekatan kepada Kepala SMA/SMK merupakan hal yang bisa pengurus lakukan. Pendekatan itu bisa dengan bersilaturahmi kepada Kepala Sekolah, kalau ada guru sakit/kena musibah segera kunjungi, kalau ada guru mau hajatan cobalah datang pada malam H-1, atas nama PGRI berikanlah kartu ucapan selamat hari Raya, percepat pembuatan kartu anggotanya, kalau bertemu tersenyum dan sampaikan “Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh” bagi yang beragama Islam, “ Salam Sejahtera” bagi yang beragama di luar Islam.
“Tak kenal maka tak sayang” oleh karena itu sosialisasikan program -program PGRI kepada guru-guru SMA/SMK. Adapun waktu sosialisasinya bisa dirundingkan dengan Kepala Sekolah yang tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar di sekolah tersebut. Misalkan dalam acara rapat sekolah, pengurus bisa melakukannya tapi acara PGRI didahulukan barangkali rapatnya tidak ingin dihadiri oleh pengurus PGRI.
Kepala SMA/SMK dijadikan salah satu anggota Badan Penasihat PGRI Cabang karena menurut AD/ART pasal 91 ayat 1 bahwa Badan Penasihat paling sedikit 3 orang. Jadi pengertiannya boleh lebih dari 3 orang. Misalnya di salah satu kecamatan jumlah SMP Negeri ada 2, SMA Negeri ada 1, SMK swasta ada 1, maka Badan Penasihatnya terdiri dari:
1. Kepala UPTD Pendidikan,
2. Kepala SMA/SMK,
3. Kepala SMP Negeri 1,
4. Kepala SMP Negeri 2,
5. Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S).
Dalam penjaringan bakal calon pengurus dukunglah guru senior yang ada di SMA/SMK agar terpilih menjadi Wakil Ketua Cabang atau pengurus cabang. Jika sudah masuk menjadi pengurus maka tanggung jawabnya pun semakin besar dan merasa dihargai oleh kalangan guru SD. Mudah-mudahan kontribusinya pun semakin besar terhadap organisasi.
Dalam konferensi kerja cabang yang diadakan setiap tahun ( pasal 84 ayat 1 ), hendaknya diundang guru yang berpengaruh (Kepala Sekolah atau Wakaseknya) minimal sebagai peninjau agar lebih memahami program-program PGRI. Hal itu sejalan dengan pasal 84 ayat 4 yang menyatakan bahwa peserta konferensi kerja cabang terdiri dari : utusan ranting, pengurus cabang, wakil pengurus PGRI kabupaten/kota, wakil pengurus anak lembaga dari badan khusus tingkat cabang, wakil himpunan profesi dan keahlian sejenis tingkat cabang, dan peninjau.
Ada pepatah “rambut sama hitam pendapat berbeda-beda” jadikan perbedaan itu seperti warna-warni sehinggga PGRI menjadi lebih indah dan jangan jadikan perbedaan itu sebagai lawan. Oleh karena itu, tampung setiap keinginan/saran yang disampaikan oleh anggota selama tidak bertentangan dengan AD/ART PGRI dan bisa dilaksanakan.
Dalam setiap kegiatan PGRI masukkan sebagai panitia. Dengan menjadi panitia maka dengan sendirinya akan menjadi anggota yang aktif di PGRI.
Kalau ada undangan kegiatan di SMA/SMK upayakan untuk selalu hadir karena menghadiri undangan merupakan kewajiban bagi yang diundang.
Terakhir tentunya mendoakan “ mudah-mudah teman-teman kita berkenan menjadi anggota PGRI aktif sehingga organisasi profesi dan perjuangan akan semakin kuat dan solid.
Menurut Ketua Umum Pusat PGRI, DR. Sulistiyo mutu pendidikan sampai sekarang belum sesuai harapan. Profesionalisme, kesejahteraan, dan perlindungan guru masih harus diperjuangkan. Kondisi itu kita harapkan segera berubah menjadi lebih baik. Guru sebagai komponen utama dan terpenting dalam pendidikan, haruslah menjadi pihak yang paling berperan dalam memperjuangkan perubahan tu. Keberhasilan melakukan perubahan itu, adalah kemenangan. Kemenangan hanya akan kita raih jika kita kuat. Karena itulah, PGRI harus mampu membangun kekuatan dengan menyatukan guru seluruh tanah air, bersatu padu, berserikat, berhimpun dalam wadah organisasi, PGRI. Pengurus organisasi ini berkewajiban menjadikan organisasi ini tumbuh dan berkembang menjadi kuat dan bermartabat. Maju tidaknya organisasi ini bergantung pada pengurus dan anggota PGRI, bukan kepada orang lain.
Ingat “bersatu kita teguh bercerai kita runtuh” bersatulah wahai guru-guru baik negeri maupun swasta. Umat Islam tidak akan rusak kecuali oleh perbuatan umat Islam sendiri. Begitu pula PGRI, tidak akan rusak kecuali oleh kita sendiri yang merusaknya dan orang-orang yang memahami pendidikan. Mudah-mudah tulisan ini dijadikan bahan renungan kita khususnya pengurus cabang dan bermanfat bagi kita semua.
*) Penulis adalah Sekbid Advokasi dan Perlindungan Hukum PGRI Cabang Ciledug.

Sertifikasi antara Asa dan Realita

Sertifikasi antara Asa dan Realita
Oleh Yamin, guru SMP Negeri 1 Ciledug

Sebelum tunjangan profesi dicairkan oleh pemerintah banyak guru atau pejabat yang mengatakan bahwa tunjangan profesi akan dibayar oleh yen, yaitu “ Yen ana duit “. Namun, setelah tunjangan profesi dibayar oleh pemerintah banyak para guru yang terperangah, kaget, dan haru. Sebagai ungkapan rasa syukur hampir di setiap sekolah mengadakan acara syukuran alias makan-makan. Bahkan ada yang diadakan di rumah makan atau restoran yang bergengsi untuk menghibur teman sejawatnya yang belum beruntung.
Namun, ada celoteh dari guru yang belum mendapat tunjangan profesi, “Sekarang sih yang sudah mendapat tunjangan mohon untuk mengerjakan tugas-tugas tambahan lainnya karena merekalah yang gajinya dua kali lipat. Jadi, pantaslah timbul rasa cemburu dan iri kepada yang sudah mendapat tunjangan profesi. Selalu mengawasi kinerja teman sejawat yang sudah mendapat tunjangan profesi walaupun tidak dapat mandat dari atasannya. Kalau kinerjanya jelek berarti tidak professional lagi. Kalau sudah jelek apa bisa dicabut tunjangannya?
Bagi yang merasa senior, mungkin menjelang pensiun dan yang tidak melanjutkan kuliah S1 karena tanggungan keluarganya cukup berat, ada yang berkomentar, “ Pemerintah tidak adil, kita yang sudah lama mengabdi tidak/kurang dihargai.” Alhamdulillah pemerintah memperhatikan hal tersebut. Dalam PP nomor 74 tahun 2008 pasal 66 bahwa dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, guru dalam jabatan yang belum memenuhi Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV, dapat mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik apabila sudah:
a. mencapai usia 50 (lima puluh) tahun dan mempunyai pengalaman kerja 20 (dua puluh) tahun sebagai guru; atau
b. mempunyai golongan IV/a, atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/a.
Pemerintah juga menghargai guru-guru yang rajin mengikuti pendidikan formal untuk meningkatkan kemampuan akademisnya dengan memberikan sertifikat pendidik secara langsung. Hal itu tercantum dalam PP nomor 74 tahun 2008 pasal 65 yaitu:
1) sudah memiliki kualifikasi akademik magister (S-2) atau doktor (S-3) dari perguruan tinggi terakreditasi dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan dengan mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran yang diampunya, atau guru kelas dan guru bimbingan dan konseling atau konselor, dengan golongan sekurang-kurangnya IV/b atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/b; atau
2) sudah mempunyai golongan serendah-rendahnya IV/c, atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/c.
“Aneh kalau guru mendapat tunjangan profesi sedangkan pengawas tidak” kata pengawas rumpun mata pelajaran, “ Ini belum adil.” Hal itu pun diperhatikan oleh pemerintah PP nomor 74 tahun 2008 pasal 67 yaitu pengawas satuan pendidikan selain guru yang diangkat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini diberi kesempatan dalam waktu 5 (lima) tahun untuk memperoleh Sertifikat Pendidik.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Sertifikat pendidik bagi guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah.
Tunjangan profesi diberikan kepada guru yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki satu atau lebih Sertifikat Pendidik yang telah diberi satu nomor registrasi guru oleh Departemen;
b. memenuhi beban kerja sebagai guru;
c. mengajar sebagai guru mata pelajaran dan/atau guru kelas pada satuan pendidikan yang sesuai dengan peruntukan Sertifikat Pendidik yang dimilikinya;
d. terdaftar pada departemen sebagai guru Ttetap;
e. berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun; dan
f. tidak terikat sebagai tenaga tetap pada instansi selain satuan pendidikan tempat bertugas.
Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan tetap diberi tunjangan profesi guru apabila yang bersangkutan tetap melaksanakan tugas sebagai pendidik yang:
a. berpengalaman sebagai guru sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun;
b. memenuhi persyaratan akademik sebagai guru sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. memiliki Sertifikat Pendidik; dan
d. melakukan tugas pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan tugas pengawasan.
Guru pemegang sertifikat pendidik berhak memperoleh tunjangan profesi jika mendapat tugas tambahan sebagai:
a. kepala satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja kepala satuan pendidikan;
b. wakil kepala satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja wakil kepala satuan pendidikan;
c. ketua program keahlian satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja ketua program keahlian satuan pendidikan;
d. kepala perpustakaan satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja kepala perpustakaan satuan pendidikan;
e. kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan produksi;
f. guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja guru bimbingan dan konseling atau konselor; atau
g. pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja pembimbing khusus pada satuan pendidikan.

Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan pun tetap diberi tunjangan profesi guru jika yang bersangkutan tetap melaksanakan tugas sebagai pendidik yang:
a. berpengalaman sebagai guru sekurangkurangnya 8 (delapan) tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun;
b. memenuhi persyaratan akademik sebagai guru sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. memiliki Sertifikat Pendidik; dan
d. melakukan tugas pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan tugas pengawasan.

Sanksi bagi guru menurut PP 74 tahun 2008 Pasal 63 yaitu:
(1) Guru yang tidak dapat memenuhi Kualifikasi Akademik, kompetensi, dan Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk memenuhinya, kehilangan hak untuk mendapat tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan.
(2) Guru yang tidak dapat memenuhi kewajiban melaksanakan pembelajaran 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan tidak mendapat pengecualian dari Menteri dihilangkan haknya untuk mendapat tunjangan profesi, tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan.
(3) Guru dan/atau warga negara Indonesia selain Guru yang memenuhi Kualifikasi Akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai Guru yang menolak wajib kerja di Daerah Khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 55 dapat dikenai sanksi oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berupa:
a. penundaan kenaikan pangkat dan jabatan selama 1 (satu) tahun bagi Guru;
b. pencabutan tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional selama 2 (dua) tahun bagi Guru; atau
c. pencabutan hak untuk menjadi Guru selama 4 (empat) tahun bagi warga negara Indonesia selain Guru.

(4) Guru yang telah melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) tetapi mengingkari pernyataan tertulisnya dikenai sanksi oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berupa:
a. penundaan kenaikan pangkat atau jabatan selama 4 (empat) tahun;
b. penghentian pemberian tunjangan profesi selama 4 (empat) tahun;
c. penghentian pemberian tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional selama 4 (empat) tahun; atau
d. penghentian pemberian maslahat tambahan selama 4 (empat) tahun.

Guru wajib memiliki Kualifikasi Akademik, kompetensi, Sertifikat Pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurangkurangnya meliputi:
a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
b. pemahaman terhadap peserta didik;
c. pengembangan kurikulum atau silabus;
d. perancangan pembelajaran;
e. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
f. pemanfaatan teknologi pembelajaran;
g. evaluasi hasil belajar; dan
h. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang:
a. beriman dan bertakwa;
b. berakhlak mulia;
c. arif dan bijaksana;
d. demokratis;
e. mantap;
f. berwibawa;
g. stabil;
h. dewasa;
i. jujur;
j. sportif;
k. menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
l. secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan
m. mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Kompetensi sosial sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat (2) merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk:
a. berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun;
b. menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;
c. bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik;
d. bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku; dan
e. menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

Kompetensi profesional sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat (2) merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:
a. materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan
b. konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.
Siapakah yang berhak menilai/mengawasi kompetensi pedagogik, kepribadian, dan sosial? Tentu saja kepala satuan pendidikan, pengawas, dan Majelis Kehormatan Organisasi dan Kode Etik. Mari kita tingkatkan kinerja guru sesuai dengan harapan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008.

Pilih Ekstrakurikuler yang Sesuai Potensi Anak

Pilih Ekstrakurikuler yang Sesuai Potensi Anak
Oleh Ririn Kurniati, S.Pd.

Ada orang tua yang mengeluh kepada guru “Mengapa anak saya memilih ekstrakurikuler paskibra, PMR, pramuka? Padahal kegiatan tersebut tidak menunjang atau membantu anak saya dalam mata pelajaran tertentu apalagi untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sedangkan prestasi yang dapat membantu masuk ke jenjang yang lebih tinggi hanyalah siswa yang memiliki piagam dalam bidang olah raga, seni, dan akademis. Apa gurunya tidak mengarahkan?”
Keluhan itu tidak salah tapi juga tidak tepat jika hanya menyalahkan pihak sekolah apalagi guru. Hal itu karena orang tua tidak memahami kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi kepada orang tua siswa yang berkaitan dengan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Namun, sosialisasi itu bukanlah kewajiban pihak sekolah kepada orang tua siswa karena yang menentukan pilihan ekstrakurikuler adalah siswa (SMP/MTs dan SMA/SMK) jadi bukan orang tua. Tapi tentu sepengetahuan dan atas persetujuan orang tua siswa. Jadi kewajiban pihak sekolah hanyalah kepada siswa.
Untuk siswa sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah biasanya yang paling dominan menentukan pilihan jenis ekstrakurikuler adalah guru kelasnya. Hal itu didasarkan pada perkembangan siswa SD yang masih sangat bergantung kepada orang dewasa.
Pihak sekolah berkewajiban mengadakan dan menawarkan kegiatan ekstrakurikuler kepada siswa. Namun, tidak salah dan alangkah baiknya apabila sekolah juga mensosialisasikan kegiatan ekstrakurikuler kepada orang tua karena kegiatan tersebut bagian dari program sekolah. Sosialisasi tersebut dilaksanakan pada awal tahun pelajaran baru khususnya kepada orang tua siswa baru. Adapun caranya bisa langsung atau tidak langsung, yaitu melalui bulletin atau booklet.
Hal yang perlu diketahui oleh orang tua siswa dalam sosialisasi tersebut adalah:
1. Pengertian pengembangan diri dan ekstrakurikuler.
2. Visi dan misi kegiatan ekstrakurikuler.
3. Fungsi dan prinsip kegiatan ekstrakurikuler.
4. Jenis dan Jadwal kegiatan ekstrakurikuler.
5. Pengurus dan pembina kegiatan ekstrakurikuler.
6. Program masing-masing jenis ekstrakurikuler.
7. Prosedur pemilihan kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan ekstrakurikuler sebenarnya adalah salah satu bagian dari pengembangan diri. Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran, sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian serta pengembangan bakat, minat dan keunikan diri peserta didik yang dilakukan melalui :
1. Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan secara terjadwal 2 jam di dalam kelas dan di ruang konseling serta pelayanan yang bersifat insidental kepada peserta didik berkenaan dengan masalah diri pribadi,dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir.
2. Kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan secara terjadwal di luar kelas oleh guru – guru pembina ekstra kurikuler, dikoordinir oleh wakil Kepala Sekolah bagian Kesiswaan. Peran Konselor dalam hal ini sebagai need assesment dan wadah untuk memberikan pembinaan mengenai pengembangan potensi peserta didik, pelayanan konsultasi serta membantu mengatasi permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul dalam kegiatan tersebut.
3. Pembiasaan yang ditumbuhkan melalui kegiatan rutin, spontan, dan keteladanan yang baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Sedangkan pembiasaan melalui kegiatan terprogram dilaksanakan secara bertahap disesuaikan dengan kalender pendidikan, semua guru berpartisipasi aktif dalam membentuk watak, kepribadian dan kebiasaan positif. Peran Konselor dalam hal ini memberikan bimbingan dan konseling, arah pengembangan kebiasaan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dan sekaligus mengkoordinir penilaian prilaku mereka melalui pengamatan guru-guru terkait (Depdiknas, 2007: 6).
Ruang lingkup pengembangan diri menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 22 tentang standar isi, di dalamnya antara lain memuat struktur kurikulum yang merupakan pola dan susunan program pendidikan di sekolah. Program pendidikan pada semua jenjang dan jalur pendidikan terdiri dari tiga kelompok, yakni : Kelompok Mata Pelajaran, Kelompok Muatan Lokal, dan Kelompok Pengembangan Diri. Kelompok pengembangan diri mencakup di dalamnya : 1. Bimbingan dan Konseling, dan 2. Kegiatan Ekstra Kurikuler (Depdiknas, 2007: 8)
Menurut Kepala Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas, Diah Harianti menyatakan bahwa Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah.
Visi kegiatan ekstrakurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat (Depdiknas, 2007: 17).
Adapun misi kegiatan ekstrakurikuler adalah:
1) Menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sebagai kegiatan pengembangan diri di luar mata pelajaran.
2) Menyelenggarakan kegiatan di luar mata pelajaran dengan mengacu kepada kebutuhan, potensi, bakat dan minat peserta didik.
Fungsi kegiatan ekstrakurikuler (Depdiknas, 2007: 17):
a. Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan potensi, bakat dan minat peserta didik.
b. Sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik.
c. Rekreatif, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan suasana rileks, mengembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan.
d. Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kesiapan karier peserta didik.
Prinsip kegiatan ekstrakurikuler (Depdiknas, 2007: 17):
a. Individual, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan potensi, bakat dan minat peserta didik secara individual.
b. Pilihan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan keinginan dan diikuti secara sukarela peserta didik.
c. Keterlibatan aktif, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang menuntut keikutsertaan peserta didik secara penuh.
d. Menyenangkan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler dalam suasana yang mengembirakan dan menimbulkan kepuasan peserta didik.
e. Etos kerja, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang membangun semangat peserta didik untuk bekerja dengan baik dan berhasil.
f. Kemanfaatan sosial, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat.

Jenis kegiatan ekstrakurikuler (Depdiknas, 2007: 17):
a. Krida, meliputi Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA).
b. Karya Ilmiah, meliputi Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian.
c. Latihan/lomba keberbakatan/prestasi, meliputi pengembangan bakat olah raga, seni dan budaya, cinta alam, keagamaan.
d. Seminar, lokakarya, dan pameran, dengan substansi antara lain karier, pendidikan, kesehatan, perlindungan HAM, keagamaan, seni budaya.
e. Kegiatan lapangan, meliputi kegiatan yang dilakukan di luar sekolah berupa kunjungan ke obyek-obyek tertentu.

Mengenai jumlah dan jenis ekstrakurikuler yang diadakan sekolah berbeda-beda bergantung kebijakan Kepala Sekolah melalui rapat Dewan Pendidik yang ada di sekolah masing-masing.
Di sekolah dasar biasanya ekstrakurikuler yang ada, yakni: pramuka, paskibra, latihan / lomba keberbakatan prestasi (olah raga, seni, dan keagamaan). Sedangkan di SMP/MTs dan SMA/SMK ekstrakurikuler yang ada, yakni: , Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA), Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), olah raga ( basket, bola voli, bola sepak atau futsal,takraw, atletik, bulu tangkis, pencak silat, tenis meja), seni ( maching band, teater atau drama, seni rupa, paduan suara/vokal grup, band), dan keagamaan ( Rohani Islam atau Rohis, DKM), English Club. Math Club, Sciens Club.
Dalam memilih kegiatan ekstrakurikuler hendaknya:
1. Pahami dulu visi, misi, dan program ekstrakurikuler.
2. Kenali potensi, bakat, minat, dan kebutuhan anak.
3. Untuk mengenali potensi, bakat, minat, dan kebutuhan anak bisa berkonsultasi dengan psikolog, konselor atau guru BK (bimbingan konseling) di sekolah masing-masing. Jika di sekolah tidak ada guru BK, bisa berkonsultasi dengan wali kelas dengan membawa rapor dan buku pribadi (kalau ada).
4. Pilihlah jenis ekstrakurikuler yang sesuai dengan potensi, bakat, minat, dan kebutuhan anak.

Melanggarkah SMP/SMA Berstandar Nasional

Melanggarkah SMP/SMA Berstandar Nasional
Mengadakan Tes Penerimaan Siswa Baru?
Oleh Yamin *, Guru SMP Negeri 1 Ciledug

Penerimaan siswa baru SMP/SMA berstandar nasional yang melalui jalur tes oleh sebagian guru SD/SMP dianggap sistem yang tidak menghargai hasil UASBN/UN yang dilaksanakan oleh sekolah dasar atau sekolah menengah pertama. Pihak SMP/SMA berstandar nasional dianggap ingin enak sendiri saja dan hanya mau mendidik yang siswa yang baiknya saja sedangkan yang kurang baik untuk sekolah lain. Padahal kalau kita lihat SMP/SMA ITUS Kuningan, SMP Al Mutazam Kuningan, dan SMP Negeri 1 Kersana yang merupakan sekolah berstandar nasional penerimaan siswa barunya menggunakan jalur tes. Apakah mereka melanggar aturan yang berlaku?
Menurut Direktorat Pembinaan SMP bahwa konfigurasi sekolah di Indonesia adalah sekolah rintisan, sekolah potensial, sekolah standar nasional, dan sekolah standar internasional. Sesuai dengan Undang-undang Standar Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan dalam pasal 50 ayat 2 menyatakan bahwa: “ Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional”. Demikian juga dalam ayat 3 disebutkan: “pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi sekolah yang bertaraf internasional”. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam Pasal 61 Ayat (1) menyatakan bahwa: “Pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional”.
Kalau kita perhatikan berarti keberadaan sekolah standar nasional dan internasional lebih berorientasi pada peningkatan mutu. Sedangkan sekolah rintisan dan sekolah potensial pada akses pemerataan pendidikan terutama dalam penuntasan wajib belajar 9 tahun. Oleh karena itu, wajarlah kalau sekolah standar nasional dan internasional diperkenankan untuk tes dalam penerimaan siswa barunya.
Menurut Permendiknas nomor 19 tahun 2007 tentang standar pengelolaan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah dalam bidang kesiswaan bahwa sekolah/madrasah menyusun dan menetapkan petunjuk pelaksanaan operasional mengenai proses penerimaan peserta didik yang meliputi:
1) Kriteria calon peserta didik:
a) SD/MI berusia sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun, pengecualian terhadap usia peserta didik yang kurang dari 6 (enam) tahun dilakukan atas dasar rekomendasi tertulis dari pihak yang berkompeten, seperti konselor sekolah/madrasah maupun psikolog;
b) SDLB/SMPLB/SMALB berasal dari peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, sensorik, dan/atau sosial;
c) SMP/MTs berasal dari lulusan SD, MI, Paket A atau satuan pendidikan bentuk lainnya yang sederajat;
d) SMA/SMK, MA/MAK berasal dari anggota masyarakat yang telah lulus dari SMP/MTs, Paket B atau satuan pendidikan lainnya yang sederajat.
2) Penerimaan peserta didik sekolah/madrasah dilakukan:
a) secara obyektif, transparan, dan akuntabel sebagaimana tertuang dalam aturan sekolah/madrasah;
b) tanpa diskriminasi atas dasar pertimbangan gender, agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi bagi SD/MI, SMP/MTs penerima subsidi dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah;
c) berdasar kriteria hasil ujian nasional bagi SMA/SMK, MA/MAK, dan kriteria tambahan bagi SMK/MAK;
d) sesuai dengan daya tampung sekolah/madrasah.
Kalau kita kaji dalam Permendiknas nomor 19 tahun 2007 di atas tidak melarang SMP/SMA mengadakan penerimaan siswa baru melalui jalur tes maupun keharusan dengan system passing grade. Selain itu menurut Permendiknas nomor 20 tahun 2007 tentang standar penilaian bahwa hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan kelulusan peserta didik pada seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya. Jadi, hasil UASBN/UN hanyalah sebagai salah satu pertimbangan saja. Ini berarti penentuan siswa diterima tidaknya di jenjang yang lebih tinggi boleh berdasarkan hasil tes maupun passing grade hasil UASBN/UN.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 68 bahwa hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
a. pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;
b. dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c. penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;
d. pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Selain itu berdasarkan Permendiknas nomor 45 tahun 2006 tentang Ujian Nasional pasal 4 bahwa hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
a. pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan;
b. seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c. penentuan kelulusan peserta didik dari suatu satuan pendidikan;
d. akreditasi satuan pendidikan; dan
e. pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan.
Kita lihat menurut Permendiknas nomor 82 tahun 2008 tentang Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) untuk SD/MI/SDLB tahun pelajaran 2008/2009 pasal 4 bahwa hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
a. pemetaan mutu satuan pendidikan;
b. dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c. penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan; dan
d. dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Sedangkan menurut Prosedur Operasi Standar (POS) UASBN untuk SD/MI/SDLB tahun pelajaran 2008/2009 bahwa kelulusan UASBN digunakan sebagai salah satu pertimbangan penentuan kelulusan dari sekolah/madrasah.
Dengan demikian, tidak ada satu pun aturan yang melarang SMP/SMA berstandar nasional untuk menyelenggarakan penerimaan siswa baru melalui jalur tes dan yang mengharuskan dengan passing grade. Tapi dua system itu mesti ada sesuai dengan tujuan yang diharapkan dari sekolah masing-masing.
Bagaimanakah prosedur penyelenggaraan penerimaan siswa baru SMP/SMA berstandar nasional?
Agar penerimaan siswa baru berjalan dengan baik maka SMP/SMA berstandar nasional yang akan menyelenggarakan PSB dengan system jalur tes semestinya:
1. Mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan PSB dengan system jalur tes kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten.
2. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten memberikan izin melalui Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dalam Pedoman Petunjuk Teknis Penerimaan Siswa Baru.
3. Pedoman Petunjuk Teknis Penerimaan Siswa Baru yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya.
4. Kepala Sekolah membuat surat keputusan Pedoman Penerimaan Siswa Baru berdasarkan hasil rapat Dewan Pendidik yang diketahui Komite Sekolah.
5. Pedoman Penerimaan Siswa Baru yang diputuskan Kepala Sekolah tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya.
6. Pedoman Penerimaan Siswa Baru yang diputuskan Kepala Sekolah harus memuat: dasar kegiatan, maksud dan tujuan, sistem seleksi tes dan nontes, syarat pendaftaran baik tes maupun nontes, waktu pendaftaran tes/nontes, pelaksanaan tes/nontes, dan pengumuman hasil tes/nontes, mata pelajaran yang diujikan, bentuk dan jumlah soal yang diujikan, pengawasan dan pedoman penilaian, serta pembiayaan.
7. Pedoman Penerimaan Siswa Baru disosialisasikan kepada UPT Pendidikan, Kepala SD/SMP, guru SD/SMP, dan orang tua siswa minimal sebulan sebelum pelaksanaan.
8. Pelaksanaan Penerimaan Siswa Baru hendaknya diawasi dengan baik oleh Dinas Pendidikan Kabupaten, PGRI, dan Dewan Pendidikan/Komite Sekolah.
Tidak ada sistem Penerimaan Siswa Baru yang paling baik karena semua itu bergantung dari SDM-nya masing-masing. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi kita yang mendambakan pendidikan dan hari esok yang lebih baik.
*) Penulis adalah Bendahara PGRI Cabang Kecamatan Ciledug.

Kegiatan MOS Jangan Ada Kekerasan

Kegiatan MOS Jangan Ada Kekerasan
Oleh Yamin, S.Pd. M.M.

Masa Orientasi Siswa baru harus bersifat akademik dan adaptatif. Selain itu menyenangkan, tanpa kekerasan, dan harus dalam pengawasan guru. Kegiatan itu jangan sampai diserahkan begitu saja kepada kakak-kakak kelasnya apalagi alumni.
Sebagai siswa baru, kelas 7 perlu mendapatkan bimbingan dan arahan dari para guru dan seniornya. Bimbingan dan arahan tersebut dilakukan dalam satu kegiatan yang dinamakan Masa Orientasi Siswa (MOS). Dalam kegiatan MOS tersebut siswa baru diperkenalkan dengan lingkungan, suasana belajar, dan kurikulum yang baru. Dengan mengikuti kegiatan tersebut diharapkan siswa baru dapat beradaptasi dalam mengikuti segala kegiatan yang ada di sekolah, sehingga secara perlahan-lahan mereka dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan lebih baik.
Agar kegiatan tersebut sesuai dengan harapan, maka dibagi menjadi beberapa tahap:
1. Pembukaan MOS
2. Penataran
3. Penutupan MOS
4. Malam Inagurasi atau Malam Apresiasi Seni
Tujuan MOS sebagai berikut:
1) Membantu siswa baru menyatu dengan warga sekolah, beradaptasi dengan lingkungan sekolah, serta mengetahui hak dan kewajiban serta mampu bertanggung jawab dalam kehidupan sekolah.
2) Membantu siswa baru memahami kehidupan sekolah dalam rangka pelaksanaan Wawasan Wiyatamandala sehingga fungsi sekolah, guru, siswa, dan masyarakat lingkungan dapat mendukung terwujudnya tujuan pendidikan secara konprehensif
3) Mendorong siswa baru untuk aktif menambah pemahamannya melalui pengamatan terhadap lingkungan yang baru.
4) Membantu siswa baru mengembangkan keterampilan untuk melakukan analiis pengalaman dalam membuat kesimpulan-kesimpulan.
5) Mengembangkan kreativitas dan memberdayakan potensi siswa sesuai dengan minat dan bakatnya.
Di bawah ini merupakan alternatif materi MOS:
1. Kurikulum Sekolah:
· Visi, misi, dan tujuan sekolah
· Struktur kurikulum sekolah
· Struktur organisasi sekolah
· Kalender Akademik
2. Hak dan Kewajiban Siswa:
· Pengertian hak dan kewajiban
· UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
3. Wawasan Wyatamandala:
· Cara belajar di SMP
· Kode etik sekolah
· Tata tertib sekolah
4. Etika Musyawarah, debat, diskusi, dan dialog:
· Pengertian musyawarah, debat, diskusi, dan dialog.
· Tata cara dan etika berdiskusi/bermusyawarah.
· Tata cara dan etika berdebat
· Etika berdialog
5. Perkenalan guru
Acara ini bisa dalam pembukaan MOS atau dalam acara Malam Inagurasi.
6. Pengenalan lingkungan sekolah:
· Lihat denah/maket sekolah
· Berkunjung ke perpustakaan, labkom, lab IPA, multi media, lab bahasa, ruang guru, ruan TU, ruang ganti pakaian, mushola, dsb.
· Berdialog dengan pengelola perpus, lab, dan seterusnya.
7. Prosedur peminjaman buku perpustakaan, tata tertib di ruang labkom, lab IPA, multi media, lab bahasa.
Materi ini bisa di kelas atau saat berkunjung ke perpus atau ruang lainnya.
8. Pengenalan kegiatan Ekstrakurikuler
Acara ini bisa dalam kelas atau dalam acara Malam Inagurasi.
Materinya:
1) Pengertian pengembangan diri dan ekstrakurikuler.
2) Visi, misi, dan manfaat kegiatan ekstrakurikuler.
3) Jenis dan Jadwal kegiatan ekstrakurikuler.
4) Pengurus dan pembina kegiatan ekstrakurikuler.
5) Program masing-masing jenis ekstrakurikuler.
6) Prosedur pemilihan kegiatan ekstrakurikuler

Kegiatan Malam Inagurasi atau Apresiasi Seni merupakan acara ajang untuk menampilkan potensi siswa terutama dalam bidang seni serta melatih keberanian siswa di hadapan orang banyak.
Dalam Malam Inagurasi, acaranya bisa sebagai berikut:
1) Pembukaan
2) Laporan Ketua Panitia
3) Sambutan – sambutan:
· Kepala Sekolah
· Komite Sekolah
4) Perkenalan guru dan pegawai TU
5) Pentas Seni
6) Penutup / doa

Kegiatan MOS agar menyenangkan, berkesan, dan mendidik maka metode yang dapat digunakan yaitu: ceramah bervariasi, tanya jawab, diskusi, dan studi wisata.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat dijadikan salah satu alternatif kegiatan MOS sehingga MOS yang berbau kekerasan tidak terdengar lagi.

*) Penulis adalah guru SMP Negeri 1 Ciledug.

Rabu, 04 November 2009

Di Mana dan Bagaimana Mulai Menulis?

Di Mana dan Bagaimana Mulai Menulis?
Penulis : Wilson Nadeak
Seorang dosen pernah mendatangi penulis sambil berkata, "Bagaimana caranya menulis untuk koran Anu?" sambil menyebutkan surat kabar nasional. "Saya ingin mengisi satu rubrik khusus."
Pertanyaan ini sangat sederhana, tetapi sulit untuk dijawab. Bagaimana mungkin seorang yang belum pernah menulis artikel satu pun ingin mengisi sebuah rubrik khusus, di surat kabar nasional pula? Barangkali dosen ini memiliki sejumlah ilmu yang tersimpan dalam benaknya, dan ingin menyalurkannya melalui sebuah media cetak. Angan-angan besar muncul dalam benaknya, ingin menjadi penulis terkemuka! Pekerjaan menulis sesungguhnya tidaklah sulit dan masih dibutuhkan di mana-mana, terutama di bidang kerohanian. Namun demikian, pekerjaan ini memakan waktu yang lama dan memerlukan ketekunan, serta keuletan. Latihan yang terus-menerus senantiasa diperlukan. Tidak seorang pun penulis yang terkemuka berhenti mencari cara yang baru untuk mengungkapkan ide atau gagasannya. Ia tidak akan pernah puas melihat hasil karyanya karena sudah diterbitkan. Ia tetap merasa bahwa ia harus menciptakan yang lebih baik daripada yang sudah dibuatnya.
Di manakah kita dapat memulai karier penulisan? Bagaimana caranya? Berikut ini dikemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh setiap penulis pemula.
1. Mempelajari misi majalahSejak permulaan terbit, sebuah majalah sudah direncanakan, baik isi maupun formatnya. Tidak ada majalah yang diterbitkan tanpa tujuan yang jelas. Seseorang yang hendak menerbitkan majalah harus memikirkan biaya untuk mencetak dan mengedarkannya. Ia harus memilih pengurus dan pelaksana yang akan merundingkan kelanjutan dan kelancaran majalah tersebut. Majalah yang diterbitkan lembaga keagamaan sudah tentu membawakan suara dan aspirasi agama itu. Mereka memerlukan tulisan yang sesuai dengan asas pendiriannya. Majalah yang demikian memiliki corak yang jelas sehingga tujuan misi itu sendiri telah membatasi ruang lingkupnya.
Untuk mengetahui misi dan jenis artikel yang diharapkan, majalah tersebut perlu dipelajari dari nomor ke nomor berikutnya. Tidak cukup hanya memandang kulit depan atau membaca selintas judul artikel yang terdapat di dalamnya. Kita harus membaca beberapa terbitan majalah itu dulu, baru kita mendapat gambaran yang jelas ke mana arah yang ditempuhnya. Dengan mendalami tajuk rencananya, misi itu akan lebih jelas ditangkap.
Seandainya majalah tersebut memuat pelbagai ragam topik sehingga kelihatan memberikan gambaran yang bersifat umum, seandainya toh Anda masih ragu-ragu, kirimkanlah surat kepada redaksi majalah itu untuk menanyakan jenis atau bentuk artikel yang bagaimana yang diinginkan mereka.
Apabila Anda telah mengetahui "selera" redaksi majalah tersebut, cobalah menulis topik yang diinginkan mereka. Ini bukan berarti Anda harus membeo kepada kemauan redaksinya, melainkan mencoba mengetahui bidang apa yang dapat Anda lakukan dan sumbangan pikiran apa yang mungkin dapat Anda berikan untuk meningkatkan mutu majalah itu. Kalau Anda merasa belum mampu menulis apa yang diinginkan oleh majalah tersebut, belajarlah lebih banyak dengan mencari bahan dari perpustakaan, mengadakan wawancara, membaca surat kabar, dan sebagainya. Tuliskanlah apa yang patut ditulis dengan teknik penulisan yang cocok untuk itu. Jangan menunggu sampai Anda merasa sudah "siap" menjadi penulis yang sudah "jadi".
Jangan malu karena tulisan Anda ditolak. Setiap editor senantiasa mengharapkan ide-ide dan cara-cara penyajian yang baru, serta penulis baru dengan penyajian yang segar. Tanpa pemikiran yang demikian, majalah mereka akan mati dan hilang dari peredaran. Jadi, gunakanlah setiap kesempatan yang ada.
2. Menyiapkan tulisan dengan ide yang berbeda-bedaAda penulis yang mengirimkan karangannya ke majalah. Lalu ia menanti dan menanti kapan tulisan itu terbit. Ia merasa bahwa idenya begitu bagus, mustahil ditolak. Beberapa waktu kemudian, tukang pos menyampaikan kiriman yang agak tebal. Secara naluri, ia menebak bahwa tulisannya dikembalikan. Benar, tulisannya ditolak! Ia merasa amat kecewa karena usahanya menjadi sia-sia. Tulisannya ditolak 100%! Ia tidak memiliki cadangan dan pilihan yang lain. Hatinya amat kecewa. Untuk mencegah peristiwa seperti ini, Anda perlu memikirkan banyak ide dan menuangkannya dalam bentuk tulisan. Anda mengirimkannya ke pelbagai majalah, jangan hanya ke sebuah majalah saja, sehingga harapan Anda tidak hanya kepada satu kesempatan dan tempat saja. Ingat, setiap majalah memiliki misi dan aturan penulisan sendiri. Buatlah kesempatan yang banyak bagi Anda sendiri. Kalau Anda mempunyai banyak ide dan menawarkannya kepada banyak redaksi, pastilah terbuka kemungkinan untuk mengobati rasa kecewa. Artikel Anda mungkin tidak cocok untuk mereka. Perbaiki kembali artikel itu dan kemudian kirimkan ke majalah lain, majalah yang cocok dengan isi dan cara penyajiannya. Dan jangan sekali-kali berprasangka bahwa redaksinya menolak tulisan Anda karena tidak mengenal Anda atau karena Anda penulis baru yang belum terkenal.
Kirimkanlah tulisan Anda kepada salah seorang dari antara anggota redaksi agar Anda dapat menghubunginya pada kesempatan lain atau menanyakan perkembangannya. Yang terpenting, Anda dapat membina hubungan yang baik dengan mereka sekalipun Anda toh tahu bahwa tulisan Anda seharusnya dimuat karena bobot tulisan itu sendiri. Suatu hal yang perlu dihindari ialah mengirimkan tulisan yang serupa kepada dua orang anggota redaksi majalah yang berbeda. Kalau kedua artikel itu dimuat pada waktu yang hampir bersamaan, mereka akan menuduh Anda "mata duitan" dan akan meragukan tulisan Anda yang berikutnya. Jika tulisan itu dimuat dalam jarak waktu yang lama, yang memuat kemudian akan merasa menghidangkan tulisan kelas dua setelah belakangan mengetahui bahwa tulisan itu pernah dimuat di majalah lain. Kemudian persoalannya menjadi lebih ruwet dan berbelit-belit karena hal itu menyangkut hak cipta dan penerbitannya. Biasanya yang disalahkan ialah penerbit majalah yang belakangan memuat artikel Anda itu. Padahal tidak satu pun, dari majalah itu yang bersalah, kecuali Anda! Anda mungkin merasa bimbang, tidak sabar, atau ingin cepat-cepat terkenal dan mendapat imbalan yang lebih besar.
Kalau ada tulisan bagus yang Anda rasa pasti dimuat, pertama-tama kirimkanlah kepada majalah yang menurut Anda paling tepat, atau paling Anda senangi. Jangan terlalu banyak berharap kepada kawan- kawan yang lebih senior atau kepada agen tulisan yang membantu pelbagai penerbitan (jika ada). Selaku pemula, bekerjalah dengan sungguh-sungguh dan sekuat tenaga.
Memang benar, lebih banyak ide, lebih beragam tulisan, dan lebih banyak kesempatan diterbitkan. Jadi, usahakanlah adanya variasi!
3. Tempat menulis Sang dosen yang kita sebutkan di atas sebaiknya memfokuskan dirinya ke majalah lokal sebelum berambisi menulis di surat kabar atau majalah yang jangkauannya nasional. Mengapa? Ada beberapa keuntungan apabila kita menulis di majalah lokal atau regional.
· Saingan tidak sebanyak di majalah nasional. Biasanya seleksi yang ketat diadakan di majalah nasional karena penulis-penulis profesional dan kawakan sudah berkumpul di sana. Peluang masuk bagi pemula sangat tipis.
· Editor majalah lokal lebih banyak waktu untuk memperhatikan tulisan, dan jika Anda beruntung, catatan atau evaluasi yang dibuatnya dapat menjadi pembanding bagi Anda. Ia akan menunjukkan kelemahan dalam tulisan Anda dan Anda mempunyai kesempatan untuk memperbaikinya.
· Anda akan merasa gembira melihat hasil karya Anda dimuat dan dibaca orang.
· Anda memperoleh kesempatan untuk melatih diri sebelum terjun ke forum yang lebih besar dan luas.
· Honorarium yang Anda terima sekalipun jumlahnya tidak begitu besar akan menjadi pendorong yang tidak ternilai harganya dan merangsang gairah Anda untuk terus menulis dan bukannya menerima kembali naskah Anda secara beruntun dari majalah atau surat kabar yang mempunyai peredaran luas dan nasional tersebut.
· Anda dapat bergaul dengan kelompok penulis setempat dan memperoleh kesempatan yang besar untuk mengembangkan pengetahuan Anda. Jauh lebih baik berguru kepada orang yang pernah menulis daripada mengikuti kursus mengarang dari orang yang tidak pernah mengarang sama sekali! Pengalaman tetap merupakan guru yang terbaik di bidang tulis-menulis. Yang berhak mengajar orang menulis sebenarnya haruslah orang yang sudah biasa menulis. Ketrampilan seperti ini tidak dapat dipelajari dari buku teori belaka.
Penulis-penulis besar dan berpengaruh, pada mulanya menulis di majalah-majalah atau surat kabar lokal. Kesempatan seperti ini digunakan mereka untuk melatih diri sambil belajar dari penulis sebelum zaman mereka. Topik yang sederhana, tulisan yang sederhana telah mendorong mereka menulis topik yang besar dan tulisan yang lebih berbobot. Honorarium yang tidak seberapa mendapat tempat tersendiri di dalam hati mereka. Jumlah itu jauh lebih berarti bagi mereka ketimbang honorarium yang berlipat ganda yang kemudian secara berkala diterima mereka.
Kesempatan bergaul dengan editor lokal jauh lebih banyak dan bermanfaat. Anda dapat mengetahui secara tepat tulisan yang bagaimana yang dibutuhkan mereka pada waktu-waktu tertentu. Jika mereka sudah yakin kepada Anda, mereka pun tidak akan segan-segan meminta tulisan Anda. Dan Anda akan merasakan hal itu sebagai suatu penghormatan, suatu perasaan yang tidak akan ditemukan dari majalah atau surat kabar yang berskala nasional!
Suasana akrab seperti itu diperlukan dalam pengembangan bakat dan pengukuhan stamina.
Tak seorang pun di dunia ini yang menjadi besar sejak lahir. Mereka menempuh masa kanak-kanak, masa belajar, masa gagal, dan masa kecewa, dan karena mereka dapat melintasi suasana dan rintangan seperti itu, mereka pun menjadi "orang besar" yang tangguh!
Bahan diedit dari sumber:Judul Buku : Bagaimana Menjadi Penulis Artikel Kristiani yang SuksesJudul Artikel: Di Mana dan Bagaimana Mulai MenulisPenulis : Wilson NadeakPenerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1989Halaman : 26 - 32Di Mana dan Bagaimana Mulai Menulis?
Penulis : Wilson Nadeak
Seorang dosen pernah mendatangi penulis sambil berkata, "Bagaimana caranya menulis untuk koran Anu?" sambil menyebutkan surat kabar nasional. "Saya ingin mengisi satu rubrik khusus."
Pertanyaan ini sangat sederhana, tetapi sulit untuk dijawab. Bagaimana mungkin seorang yang belum pernah menulis artikel satu pun ingin mengisi sebuah rubrik khusus, di surat kabar nasional pula? Barangkali dosen ini memiliki sejumlah ilmu yang tersimpan dalam benaknya, dan ingin menyalurkannya melalui sebuah media cetak. Angan-angan besar muncul dalam benaknya, ingin menjadi penulis terkemuka! Pekerjaan menulis sesungguhnya tidaklah sulit dan masih dibutuhkan di mana-mana, terutama di bidang kerohanian. Namun demikian, pekerjaan ini memakan waktu yang lama dan memerlukan ketekunan, serta keuletan. Latihan yang terus-menerus senantiasa diperlukan. Tidak seorang pun penulis yang terkemuka berhenti mencari cara yang baru untuk mengungkapkan ide atau gagasannya. Ia tidak akan pernah puas melihat hasil karyanya karena sudah diterbitkan. Ia tetap merasa bahwa ia harus menciptakan yang lebih baik daripada yang sudah dibuatnya.
Di manakah kita dapat memulai karier penulisan? Bagaimana caranya? Berikut ini dikemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh setiap penulis pemula.
1. Mempelajari misi majalahSejak permulaan terbit, sebuah majalah sudah direncanakan, baik isi maupun formatnya. Tidak ada majalah yang diterbitkan tanpa tujuan yang jelas. Seseorang yang hendak menerbitkan majalah harus memikirkan biaya untuk mencetak dan mengedarkannya. Ia harus memilih pengurus dan pelaksana yang akan merundingkan kelanjutan dan kelancaran majalah tersebut. Majalah yang diterbitkan lembaga keagamaan sudah tentu membawakan suara dan aspirasi agama itu. Mereka memerlukan tulisan yang sesuai dengan asas pendiriannya. Majalah yang demikian memiliki corak yang jelas sehingga tujuan misi itu sendiri telah membatasi ruang lingkupnya.
Untuk mengetahui misi dan jenis artikel yang diharapkan, majalah tersebut perlu dipelajari dari nomor ke nomor berikutnya. Tidak cukup hanya memandang kulit depan atau membaca selintas judul artikel yang terdapat di dalamnya. Kita harus membaca beberapa terbitan majalah itu dulu, baru kita mendapat gambaran yang jelas ke mana arah yang ditempuhnya. Dengan mendalami tajuk rencananya, misi itu akan lebih jelas ditangkap.
Seandainya majalah tersebut memuat pelbagai ragam topik sehingga kelihatan memberikan gambaran yang bersifat umum, seandainya toh Anda masih ragu-ragu, kirimkanlah surat kepada redaksi majalah itu untuk menanyakan jenis atau bentuk artikel yang bagaimana yang diinginkan mereka.
Apabila Anda telah mengetahui "selera" redaksi majalah tersebut, cobalah menulis topik yang diinginkan mereka. Ini bukan berarti Anda harus membeo kepada kemauan redaksinya, melainkan mencoba mengetahui bidang apa yang dapat Anda lakukan dan sumbangan pikiran apa yang mungkin dapat Anda berikan untuk meningkatkan mutu majalah itu. Kalau Anda merasa belum mampu menulis apa yang diinginkan oleh majalah tersebut, belajarlah lebih banyak dengan mencari bahan dari perpustakaan, mengadakan wawancara, membaca surat kabar, dan sebagainya. Tuliskanlah apa yang patut ditulis dengan teknik penulisan yang cocok untuk itu. Jangan menunggu sampai Anda merasa sudah "siap" menjadi penulis yang sudah "jadi".
Jangan malu karena tulisan Anda ditolak. Setiap editor senantiasa mengharapkan ide-ide dan cara-cara penyajian yang baru, serta penulis baru dengan penyajian yang segar. Tanpa pemikiran yang demikian, majalah mereka akan mati dan hilang dari peredaran. Jadi, gunakanlah setiap kesempatan yang ada.
2. Menyiapkan tulisan dengan ide yang berbeda-bedaAda penulis yang mengirimkan karangannya ke majalah. Lalu ia menanti dan menanti kapan tulisan itu terbit. Ia merasa bahwa idenya begitu bagus, mustahil ditolak. Beberapa waktu kemudian, tukang pos menyampaikan kiriman yang agak tebal. Secara naluri, ia menebak bahwa tulisannya dikembalikan. Benar, tulisannya ditolak! Ia merasa amat kecewa karena usahanya menjadi sia-sia. Tulisannya ditolak 100%! Ia tidak memiliki cadangan dan pilihan yang lain. Hatinya amat kecewa. Untuk mencegah peristiwa seperti ini, Anda perlu memikirkan banyak ide dan menuangkannya dalam bentuk tulisan. Anda mengirimkannya ke pelbagai majalah, jangan hanya ke sebuah majalah saja, sehingga harapan Anda tidak hanya kepada satu kesempatan dan tempat saja. Ingat, setiap majalah memiliki misi dan aturan penulisan sendiri. Buatlah kesempatan yang banyak bagi Anda sendiri. Kalau Anda mempunyai banyak ide dan menawarkannya kepada banyak redaksi, pastilah terbuka kemungkinan untuk mengobati rasa kecewa. Artikel Anda mungkin tidak cocok untuk mereka. Perbaiki kembali artikel itu dan kemudian kirimkan ke majalah lain, majalah yang cocok dengan isi dan cara penyajiannya. Dan jangan sekali-kali berprasangka bahwa redaksinya menolak tulisan Anda karena tidak mengenal Anda atau karena Anda penulis baru yang belum terkenal.
Kirimkanlah tulisan Anda kepada salah seorang dari antara anggota redaksi agar Anda dapat menghubunginya pada kesempatan lain atau menanyakan perkembangannya. Yang terpenting, Anda dapat membina hubungan yang baik dengan mereka sekalipun Anda toh tahu bahwa tulisan Anda seharusnya dimuat karena bobot tulisan itu sendiri. Suatu hal yang perlu dihindari ialah mengirimkan tulisan yang serupa kepada dua orang anggota redaksi majalah yang berbeda. Kalau kedua artikel itu dimuat pada waktu yang hampir bersamaan, mereka akan menuduh Anda "mata duitan" dan akan meragukan tulisan Anda yang berikutnya. Jika tulisan itu dimuat dalam jarak waktu yang lama, yang memuat kemudian akan merasa menghidangkan tulisan kelas dua setelah belakangan mengetahui bahwa tulisan itu pernah dimuat di majalah lain. Kemudian persoalannya menjadi lebih ruwet dan berbelit-belit karena hal itu menyangkut hak cipta dan penerbitannya. Biasanya yang disalahkan ialah penerbit majalah yang belakangan memuat artikel Anda itu. Padahal tidak satu pun, dari majalah itu yang bersalah, kecuali Anda! Anda mungkin merasa bimbang, tidak sabar, atau ingin cepat-cepat terkenal dan mendapat imbalan yang lebih besar.
Kalau ada tulisan bagus yang Anda rasa pasti dimuat, pertama-tama kirimkanlah kepada majalah yang menurut Anda paling tepat, atau paling Anda senangi. Jangan terlalu banyak berharap kepada kawan- kawan yang lebih senior atau kepada agen tulisan yang membantu pelbagai penerbitan (jika ada). Selaku pemula, bekerjalah dengan sungguh-sungguh dan sekuat tenaga.
Memang benar, lebih banyak ide, lebih beragam tulisan, dan lebih banyak kesempatan diterbitkan. Jadi, usahakanlah adanya variasi!
3. Tempat menulis Sang dosen yang kita sebutkan di atas sebaiknya memfokuskan dirinya ke majalah lokal sebelum berambisi menulis di surat kabar atau majalah yang jangkauannya nasional. Mengapa? Ada beberapa keuntungan apabila kita menulis di majalah lokal atau regional.
· Saingan tidak sebanyak di majalah nasional. Biasanya seleksi yang ketat diadakan di majalah nasional karena penulis-penulis profesional dan kawakan sudah berkumpul di sana. Peluang masuk bagi pemula sangat tipis.
· Editor majalah lokal lebih banyak waktu untuk memperhatikan tulisan, dan jika Anda beruntung, catatan atau evaluasi yang dibuatnya dapat menjadi pembanding bagi Anda. Ia akan menunjukkan kelemahan dalam tulisan Anda dan Anda mempunyai kesempatan untuk memperbaikinya.
· Anda akan merasa gembira melihat hasil karya Anda dimuat dan dibaca orang.
· Anda memperoleh kesempatan untuk melatih diri sebelum terjun ke forum yang lebih besar dan luas.
· Honorarium yang Anda terima sekalipun jumlahnya tidak begitu besar akan menjadi pendorong yang tidak ternilai harganya dan merangsang gairah Anda untuk terus menulis dan bukannya menerima kembali naskah Anda secara beruntun dari majalah atau surat kabar yang mempunyai peredaran luas dan nasional tersebut.
· Anda dapat bergaul dengan kelompok penulis setempat dan memperoleh kesempatan yang besar untuk mengembangkan pengetahuan Anda. Jauh lebih baik berguru kepada orang yang pernah menulis daripada mengikuti kursus mengarang dari orang yang tidak pernah mengarang sama sekali! Pengalaman tetap merupakan guru yang terbaik di bidang tulis-menulis. Yang berhak mengajar orang menulis sebenarnya haruslah orang yang sudah biasa menulis. Ketrampilan seperti ini tidak dapat dipelajari dari buku teori belaka.
Penulis-penulis besar dan berpengaruh, pada mulanya menulis di majalah-majalah atau surat kabar lokal. Kesempatan seperti ini digunakan mereka untuk melatih diri sambil belajar dari penulis sebelum zaman mereka. Topik yang sederhana, tulisan yang sederhana telah mendorong mereka menulis topik yang besar dan tulisan yang lebih berbobot. Honorarium yang tidak seberapa mendapat tempat tersendiri di dalam hati mereka. Jumlah itu jauh lebih berarti bagi mereka ketimbang honorarium yang berlipat ganda yang kemudian secara berkala diterima mereka.
Kesempatan bergaul dengan editor lokal jauh lebih banyak dan bermanfaat. Anda dapat mengetahui secara tepat tulisan yang bagaimana yang dibutuhkan mereka pada waktu-waktu tertentu. Jika mereka sudah yakin kepada Anda, mereka pun tidak akan segan-segan meminta tulisan Anda. Dan Anda akan merasakan hal itu sebagai suatu penghormatan, suatu perasaan yang tidak akan ditemukan dari majalah atau surat kabar yang berskala nasional!
Suasana akrab seperti itu diperlukan dalam pengembangan bakat dan pengukuhan stamina.
Tak seorang pun di dunia ini yang menjadi besar sejak lahir. Mereka menempuh masa kanak-kanak, masa belajar, masa gagal, dan masa kecewa, dan karena mereka dapat melintasi suasana dan rintangan seperti itu, mereka pun menjadi "orang besar" yang tangguh!