Senin, 24 Mei 2010

Melanggarkah Penggunaan Hasil UASBN sebagai Satu-satunya Pertimbangan untuk Melanjutkan ke SMP?

Melanggarkah Penggunaan Hasil UASBN sebagai Satu-satunya Pertimbangan
untuk Melanjutkan ke SMP?
oleh: Yamin, S.Pd. M.M.*

Setelah kelulusan, setiap orang tua dan guru pastilah disibukkan dengan pendaftaran siswa ke jenjang yang lebih tinggi. Tentu saja, para orang tua sangat berharap putra-putrinya dapat diterima di sekolah favorit, seperti sekolah berstandar nasional (SSN) dan sekolah berstandar nasional (SBI). Jangan sampai putra-putrinya diterima di sekolah yang kurang favorit.
Mereka mulai mencari informasi penerimaan siswa baru ke setiap sekolah. Biasanya yang mereka cari kapan pendaftaran dan pengumuman diterimanya? Bagaimana persyaratannya? Tes atau tidak? Menerima pilihan kedua atau tidak? Luar kecamatan atau kabupaten ada rekomendasi atau tidak? Bagaimana prosedurnya?
Sebenarnya siapakah yang berhak menetapkan petunjuk pelaksanaan penerimaan siswa baru? Sekolah, MKKS, atau Dinas Pendidikan?
Menurut Permendiknas nomor 19 tahun 2007 tentang standar pengelolaan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah dalam bidang kesiswaan bahwa sekolah/madrasah menyusun dan menetapkan petunjuk pelaksanaan operasional mengenai proses penerimaan peserta didik yang meliputi:
1) Kriteria calon peserta didik:
a) SD/MI berusia sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun, pengecualian terhadap usia peserta didik yang kurang dari 6 (enam) tahun dilakukan atas dasar rekomendasi tertulis dari pihak yang berkompeten, seperti konselor sekolah/madrasah maupun psikolog;
b) SDLB/SMPLB/SMALB berasal dari peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, sensorik, dan/atau sosial;
c) SMP/MTs berasal dari lulusan SD, MI, Paket A atau satuan pendidikan bentuk lainnya yang sederajat;
d) SMA/SMK, MA/MAK berasal dari anggota masyarakat yang telah lulus dari SMP/MTs, Paket B atau satuan pendidikan lainnya yang sederajat.
2) Penerimaan peserta didik sekolah/madrasah dilakukan:
a) secara obyektif, transparan, dan akuntabel sebagaimana tertuang dalam aturan sekolah/madrasah;
b) tanpa diskriminasi atas dasar pertimbangan gender, agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi bagi SD/MI, SMP/MTs penerima subsidi dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah;
c) berdasar kriteria hasil ujian nasional bagi SMA/SMK, MA/MAK, dan kriteria tambahan bagi SMK/MAK;
d) sesuai dengan daya tampung sekolah/madrasah.

Jadi, berdasarkan Permendiknas nomor 19 tahun 2007 jelaslah bahwa yang berhak menetapkan petunjuk pelaksanaan penerimaan siswa baru adalah satuan pendidikan atau sekolah.
Lalu, bagaimana peran Dinas Pendidikan dalam hal tersebut? Dinas Pendidikan sebenarnya hanyalah mengawasi jangan sampai proses penerimaan siswa baru itu melanggar peraturan-peraturan di atasnya. Misalkan, tidak obyektif, tidak transparan, dan tidak akuntabel, tidak sesuai dengan daya tampung sekolah, serta adanya perlakuan diskriminasi terhadap peserta didik. Namun, jika ada yang melanggar dengan peraturan atau ketentuan di atasnya, maka harus ditindak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Selain itu, bagi Dinas Pendidikan yang penting pelaksanaanya:
1. Tidak ada pungutan alias gratis.
2. Semua peserta didik tersalurkan.
3. Mudah dilaksanakan.
4. Siswa yang berprestasi baik di bidang akademik, olah raga, seni dan, keagamaan dapat dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi untuk memudahkan inventarisasi siswa yang berprestasi.
Kalau kita kaji dalam Permendiknas nomor 19 tahun 2007 di atas tidak melarang jika SMP mengadakan penerimaan siswa baru melalui jalur tes. Begitu pula tidak ada keharusan hanya dari hasil UASBN. Selain itu menurut Permendiknas nomor 20 tahun 2007 tentang standar penilaian bahwa hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan kelulusan peserta didik pada seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya. Jadi, hasil UASBN hanyalah sebagai salah satu pertimbangan saja. Ini berarti penentuan siswa diterima tidaknya di jenjang yang lebih tinggi boleh berdasarkan hasil tes maupun hasil UASBN.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 68 bahwa hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
a. pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;
b. dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c. penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;
d. pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Selain itu berdasarkan Permendiknas nomor 45 tahun 2006 tentang Ujian Nasional pasal 4 bahwa hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
a. pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan;
b. seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c. penentuan kelulusan peserta didik dari suatu satuan pendidikan;
d. akreditasi satuan pendidikan; dan
e. pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan.
Kita lihat menurut Permendiknas nomor 74 tahun 2009 tentang Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) untuk SD/MI/SDLB tahun pelajaran 2009/2010 pasal 4 bahwa hasil UASBN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
a. pemetaan mutu satuan pendidikan;
b. dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c. penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan; dan
d. dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Sedangkan menurut Keputusan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor 0026/BSNP/XII/2009 tentang Prosedur Operasi Standar (POS) UASBN untuk SD/MI/SDLB tahun pelajaran 2009/2010 bahwa kelulusan UASBN digunakan sebagai salah satu pertimbangan penentuan kelulusan dari sekolah/madrasah.
Dengan demikian, tidak ada satu pun aturan yang melarang SMP untuk menyelenggarakan penerimaan siswa baru melalui jalur tes dan yang mengharuskan dengan hasil UASBN saja. Tapi dua sistem itu ada sesuai dengan tujuan yang diharapkan dari sekolah masing-masing. Tapi yang paling penting adalah jangan sampai kegiatan tersebut dibiayai oleh peserta didik. Jadi harus gratis.
Agar penerimaan siswa baru berjalan dengan baik maka SMP yang akan menyelenggarakan PSB dengan sistem jalur tes semestinya:
1. Mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan PSB dengan sistem jalur tes kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten.
2. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten memberikan izin melalui Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dalam Pedoman Petunjuk Teknis Penerimaan Siswa Baru.
3. Pedoman Petunjuk Teknis Penerimaan Siswa Baru yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya.
4. Kepala Sekolah membuat surat keputusan Pedoman Penerimaan Siswa Baru berdasarkan hasil rapat Dewan Pendidik yang diketahui Komite Sekolah.
5. Pedoman Penerimaan Siswa Baru yang diputuskan Kepala Sekolah tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya.
6. Pedoman Penerimaan Siswa Baru yang diputuskan Kepala Sekolah harus memuat: dasar kegiatan, maksud dan tujuan, sistem seleksi tes dan nontes, syarat pendaftaran baik tes maupun nontes, waktu pendaftaran tes/nontes, pelaksanaan tes/nontes, dan pengumuman hasil tes/nontes, mata pelajaran yang diujikan, bentuk dan jumlah soal yang diujikan, pengawasan dan pedoman penilaian, pembiayaan, serta pedoman penerimaan siswa yang berprestasi di bidang olah raga, seni, keagamaan, maupun akademik .
7. Pedoman Penerimaan Siswa Baru disosialisasikan kepada UPT Pendidikan, Kepala SD, guru kelas VI, dan orang tua siswa minimal lima belas hari sebelum pelaksanaan.
8. Pelaksanaan Penerimaan Siswa Baru hendaknya diawasi dengan baik oleh Dinas Pendidikan Kabupaten, PGRI, dan Dewan Pendidikan/Komite Sekolah.
Tidak ada sistem Penerimaan Siswa Baru yang paling baik karena semua itu bergantung dari SDM-nya masing-masing. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi kita yang mendambakan pendidikan dan hari esok yang lebih baik.
*) Penulis adalah Bendahara PGRI Cabang Kecamatan Ciledug.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar