Jumat, 06 November 2009

Melanggarkah SMP/SMA Berstandar Nasional

Melanggarkah SMP/SMA Berstandar Nasional
Mengadakan Tes Penerimaan Siswa Baru?
Oleh Yamin *, Guru SMP Negeri 1 Ciledug

Penerimaan siswa baru SMP/SMA berstandar nasional yang melalui jalur tes oleh sebagian guru SD/SMP dianggap sistem yang tidak menghargai hasil UASBN/UN yang dilaksanakan oleh sekolah dasar atau sekolah menengah pertama. Pihak SMP/SMA berstandar nasional dianggap ingin enak sendiri saja dan hanya mau mendidik yang siswa yang baiknya saja sedangkan yang kurang baik untuk sekolah lain. Padahal kalau kita lihat SMP/SMA ITUS Kuningan, SMP Al Mutazam Kuningan, dan SMP Negeri 1 Kersana yang merupakan sekolah berstandar nasional penerimaan siswa barunya menggunakan jalur tes. Apakah mereka melanggar aturan yang berlaku?
Menurut Direktorat Pembinaan SMP bahwa konfigurasi sekolah di Indonesia adalah sekolah rintisan, sekolah potensial, sekolah standar nasional, dan sekolah standar internasional. Sesuai dengan Undang-undang Standar Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan dalam pasal 50 ayat 2 menyatakan bahwa: “ Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional”. Demikian juga dalam ayat 3 disebutkan: “pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi sekolah yang bertaraf internasional”. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam Pasal 61 Ayat (1) menyatakan bahwa: “Pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional”.
Kalau kita perhatikan berarti keberadaan sekolah standar nasional dan internasional lebih berorientasi pada peningkatan mutu. Sedangkan sekolah rintisan dan sekolah potensial pada akses pemerataan pendidikan terutama dalam penuntasan wajib belajar 9 tahun. Oleh karena itu, wajarlah kalau sekolah standar nasional dan internasional diperkenankan untuk tes dalam penerimaan siswa barunya.
Menurut Permendiknas nomor 19 tahun 2007 tentang standar pengelolaan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah dalam bidang kesiswaan bahwa sekolah/madrasah menyusun dan menetapkan petunjuk pelaksanaan operasional mengenai proses penerimaan peserta didik yang meliputi:
1) Kriteria calon peserta didik:
a) SD/MI berusia sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun, pengecualian terhadap usia peserta didik yang kurang dari 6 (enam) tahun dilakukan atas dasar rekomendasi tertulis dari pihak yang berkompeten, seperti konselor sekolah/madrasah maupun psikolog;
b) SDLB/SMPLB/SMALB berasal dari peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, sensorik, dan/atau sosial;
c) SMP/MTs berasal dari lulusan SD, MI, Paket A atau satuan pendidikan bentuk lainnya yang sederajat;
d) SMA/SMK, MA/MAK berasal dari anggota masyarakat yang telah lulus dari SMP/MTs, Paket B atau satuan pendidikan lainnya yang sederajat.
2) Penerimaan peserta didik sekolah/madrasah dilakukan:
a) secara obyektif, transparan, dan akuntabel sebagaimana tertuang dalam aturan sekolah/madrasah;
b) tanpa diskriminasi atas dasar pertimbangan gender, agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi bagi SD/MI, SMP/MTs penerima subsidi dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah;
c) berdasar kriteria hasil ujian nasional bagi SMA/SMK, MA/MAK, dan kriteria tambahan bagi SMK/MAK;
d) sesuai dengan daya tampung sekolah/madrasah.
Kalau kita kaji dalam Permendiknas nomor 19 tahun 2007 di atas tidak melarang SMP/SMA mengadakan penerimaan siswa baru melalui jalur tes maupun keharusan dengan system passing grade. Selain itu menurut Permendiknas nomor 20 tahun 2007 tentang standar penilaian bahwa hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan kelulusan peserta didik pada seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya. Jadi, hasil UASBN/UN hanyalah sebagai salah satu pertimbangan saja. Ini berarti penentuan siswa diterima tidaknya di jenjang yang lebih tinggi boleh berdasarkan hasil tes maupun passing grade hasil UASBN/UN.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 68 bahwa hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
a. pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;
b. dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c. penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;
d. pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Selain itu berdasarkan Permendiknas nomor 45 tahun 2006 tentang Ujian Nasional pasal 4 bahwa hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
a. pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan;
b. seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c. penentuan kelulusan peserta didik dari suatu satuan pendidikan;
d. akreditasi satuan pendidikan; dan
e. pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan.
Kita lihat menurut Permendiknas nomor 82 tahun 2008 tentang Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) untuk SD/MI/SDLB tahun pelajaran 2008/2009 pasal 4 bahwa hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
a. pemetaan mutu satuan pendidikan;
b. dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c. penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan; dan
d. dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Sedangkan menurut Prosedur Operasi Standar (POS) UASBN untuk SD/MI/SDLB tahun pelajaran 2008/2009 bahwa kelulusan UASBN digunakan sebagai salah satu pertimbangan penentuan kelulusan dari sekolah/madrasah.
Dengan demikian, tidak ada satu pun aturan yang melarang SMP/SMA berstandar nasional untuk menyelenggarakan penerimaan siswa baru melalui jalur tes dan yang mengharuskan dengan passing grade. Tapi dua system itu mesti ada sesuai dengan tujuan yang diharapkan dari sekolah masing-masing.
Bagaimanakah prosedur penyelenggaraan penerimaan siswa baru SMP/SMA berstandar nasional?
Agar penerimaan siswa baru berjalan dengan baik maka SMP/SMA berstandar nasional yang akan menyelenggarakan PSB dengan system jalur tes semestinya:
1. Mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan PSB dengan system jalur tes kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten.
2. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten memberikan izin melalui Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dalam Pedoman Petunjuk Teknis Penerimaan Siswa Baru.
3. Pedoman Petunjuk Teknis Penerimaan Siswa Baru yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya.
4. Kepala Sekolah membuat surat keputusan Pedoman Penerimaan Siswa Baru berdasarkan hasil rapat Dewan Pendidik yang diketahui Komite Sekolah.
5. Pedoman Penerimaan Siswa Baru yang diputuskan Kepala Sekolah tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya.
6. Pedoman Penerimaan Siswa Baru yang diputuskan Kepala Sekolah harus memuat: dasar kegiatan, maksud dan tujuan, sistem seleksi tes dan nontes, syarat pendaftaran baik tes maupun nontes, waktu pendaftaran tes/nontes, pelaksanaan tes/nontes, dan pengumuman hasil tes/nontes, mata pelajaran yang diujikan, bentuk dan jumlah soal yang diujikan, pengawasan dan pedoman penilaian, serta pembiayaan.
7. Pedoman Penerimaan Siswa Baru disosialisasikan kepada UPT Pendidikan, Kepala SD/SMP, guru SD/SMP, dan orang tua siswa minimal sebulan sebelum pelaksanaan.
8. Pelaksanaan Penerimaan Siswa Baru hendaknya diawasi dengan baik oleh Dinas Pendidikan Kabupaten, PGRI, dan Dewan Pendidikan/Komite Sekolah.
Tidak ada sistem Penerimaan Siswa Baru yang paling baik karena semua itu bergantung dari SDM-nya masing-masing. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi kita yang mendambakan pendidikan dan hari esok yang lebih baik.
*) Penulis adalah Bendahara PGRI Cabang Kecamatan Ciledug.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar